Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kacamata Sang Profesor Muda

5 Januari 2012   08:16 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:18 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini bukan fiksi, melainkan kejadian sungguhan, duatahun lalu. Kisahnya dimulai saat saya mendapatkan undangan untuk menghadiri acara pengukuhan lima orang guru besar (professor) di sebuah universitas ternama. Dua di antara guru besar tersebut adalah teman baik saya, bahkan salah seorang diantaranya teman SMA dulu. Senang sekali rasanya melihat sahabat-sahabat saya mencapai jabatan akademik tertingginya. Apalagi saya tahu persis, kedua sahabat saya itu adalah orang-orang cerdas yang rendah hati. Mereka sangat layak menjadi ilmuwan sejati.

Saya duduk di kursi undangan bersama dengan ratusan undangan lain di aula gedung pascasarjana yang luas dan tertata apik. Para guru besar yang akan menyampaikan orasi ilmiahnya bersiap-siap, setelah beberapa acara serimonial mendahului.

Salah seorang dari dua teman saya mendapat giliran keempat untuk menyampaikan orasi ilmiahnya. Begitu namanya disebut untuk dipersilakan berorasi, tiba-tiba ia tampak kebingungan. Apa yang terjadi? Dia meraba-raba meja, membuka makalah, map, dan tumpukan kertas yang ada di depannya. Dia melihat ke kiri-kanan, tampak sangat kebingungan. Mata hadirin yang melihat peristiwa itu, mungkin tidak berkedip. Kejadian itu terjadi kira-kira 2 menit.  Dari tempat saya duduk, terlihat jelas teman saya ini berbisik dengan guru besar di sebelahnya. Guru besar di sebelahnya tadi lalu menunjuk  ke arah muka teman saya ini. Dengan  ekspresi  yang sulit dituliskan, teman saya “menemukan” barang yang “hilang” yakni kacamatanya. Rupanya, ia sibuk mencari kacamata yang sebenarnya sudah dipakainya! Duh. Para hadirin tentu saja kasihan sekaligus geli melihat kejadian ini.

Berlanjut kemudian, ketika berorasi, mungkin saking groginya karena sempat “kehilangan” kacamata, ia beberapa kali salah ucap. Kata-kata yang sederhana yang umumnya tak mengakibatkan slip pada lidah, tiba-tiba saja menjadi sulit diucapkannya. Tak pelak, para hadirin jadi tak kuat menawan tawa. Untunglah, dia segera bisa menguasai keadaan. Sungguh, saya menjadi sedih dan kasihan melihat “derita” panggung yang dialami sahabat saya ini.

Tulisan ini sama sekali bukan bermaksud memojokkan seseorang atau siapa pun juga. Peristiwa itu manusiawi saja sifatnya.  Saya pun pernah mengalami hal yang kurang-lebih sama, seperti pikiran yang tiba-tiba blank saat presentasi.  Apakah Anda pernah mengalami hal serupa ketika harus berpidato di hadapan publik?

( I Ketut Suweca , 5 Januari 2012).

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun