Sebagai bangsa, hati kita mungkin miris melihat nasib saudara-saudara kita yang terkena bencana di Wasior, Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat, 4 Oktober 2010.Data terakhir menyebutkan, jumlah korban yang tewas sebanyak 150 orang, yang dinyatakan hilang 123 orang, dan korban luka-luka 2000-an orang; sungguh sebuah kondisi yang sangat mengenaskan. Berbagai upaya dilakukan untuk mengevakuasi para korban, baik terhadap yang masih hidup maupunyang sudah meninggal. Tidak kurang dari Presiden Susilo Bambang Yudoyono bersama beberapa menteri hadir ke tempat bencana. Kita yang jauh dari Wasior, kalau tidak memberikan sumbangan lewat dana amal yang ada, mungkin bisa mendoakan semoga sudara-saudara kita disana diberikan ketabahan menjalani cobaan tersebut. Semoga pula para korban cepat tertangani sehingga tidak semakin parah keadaannya.
Penebangan hutantanpa kendali, apalagi tanpa penanaman kembali, telah membawa sebagian hutan menjadi gundul. Nah, pada saat turun hujan, daerah gundul itu tak lagi mampu menahan air. Begitu air hujan yang deras jatuh menghujam tanah langsung menggerus permukaan dan mengalir ke sungai dan meluap ke daratan, lalu menjadi banjir bandang yang mengerikan. Hutan yang gundul menjadi penyebab munculnya bencana. Beberapa pihak, seperti Walhi, meyakini bahwa bencana itu terjadi sebagai akibat pembalakan hutan yang ada di hulu Wasior.Akan tetapi,pemerintah memandang bencana Wasior ini murni karena alam, bukan karena ulah manusia, sama seperti gunung meletus, angin topan,dan gempa.
Adakah banjir bandang yang menewaskan ratusan anak bangsa dan korban harta benda dan traumapsikhologis ini disebabkan oleh pembalakan liar dan/atau penebangan kawasan hutan di hulu tanpa kendali ataukah lantaran bencana ekologis yang disebabkan oleh perilaku alam sendiri?Diperlukan investigasi yang lebih mendalam untuk mengungkap penyebab kejadian yang sebenarnya. Hanya pengecekan ke lapangan dan pengakuan secara jujur dengan mengedepankan hati nurani sajalah yang akan dapat diterima oleh masyarakat.
Saatnya Bali Belajar
Terlepas dari persoalan penyebab bencana tersebut, bagi kita yang berada di Bali, perlu kiranya mengambil pelajaran dari bencana Wasior. Bencana itu mengingatkan kita untuk senantiasa bersahabat dengan alam dan melindunginya. Seperti halnya manusia, alam yang juga ciptaan Tuhan pun berhak hidup dengan baik. Bencana Wasior mengajarkan kita betapa pentingnya melestarikan alam dalam keseimbangan yang harmonis. Dengan menjaga, melindungi, dan melestarikan alam, maka makhluk manusia pun akan dilindungi dan dapat dihidupi oleh alam. Jangan ada lagi perilaku merusak alam dengandalih apapun. Alam pemberian Tuhan mesti kita jaga bersama. Jangan lagi ada pendestruksian terhadap hutan di Bali. Jangan sampai hutan yang dari luar atau pinggir jalan tampaknya lebat, tapi setelah dicek ke dalam ternyata pepohonannya telah dibabat.
Data terakhir menyebutkan,luas hutan di Bali 130.434 hektar atau 22,7 persen dari luas daratan Bali (563.286 hektar). Luas hutan ini sebetulnya kurang memenuhi persyaratan yang semestinya 30 persen dari luas daratan agar dapat memberikan fungsi perlindungan yang nyata terhadap faktor-faktor hidrologis, seperti tanah dan air.
Demikian pula, lahan pertanian di Bali harus dijaga.Lahan pertanian juga mampu menyerap air disamping menghidupi kita semua dan memberikanview nan indah dan menyehatkan serta terjaganya keseimbangan ekologis.Kita harus menekan kemungkinan terjadinya pengalihan lahan pertanian untuk kepentingan lainnya seperti untuk pemukiman dan infrastruktur lainnya.Kendatipun sulit, tapi semua itu harus dilakukan sebelum maut menjemput.
Hal ini sesuai dengan UU No 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Dalam pasal 3 UU tersebut antara lain dinyatakan, bahwa perlindungan lahan pertanian berkelanjutan diselenggarakan dengan tujuan untuk melindungi kawasan dan lahan pertanian secara berkelanjutan, mewujudkan kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan, serta untuk mempertahankan keseimbangan ekologis. Ini juga sejalan dengan program Pemerintah Prov. Bali untuk menjadikan Bali sebagai provinsi hijau (green province)
Sebagai sistem antisipasi, institusi penanggulangan bencana yang memanajemenisetiap bencana alamseyogianya mampubergerak cepat, tepat, dan terintegrasi ketika bencana datang. Hal ini sangatpenting untuk menekan jumlahkorban. Karena, kalau permasalahan terlambat ditangani, maka kemungkinan besar akan mengakibatkan kerugian yang semakin besar. Penanganan cepat dan tepat sangat diperlukan dalam penanganan bencana, sehingga keadaan dapat dipulihkan dalam waktu yang tak terlalu lama.
Di samping itu, yang tak boleh kita lupakan adalahperlunya dimiliki peta wilayah rawan bencana. Banyak sekali wilayah-wilayah di Bali dan Indonesia yang terbilang rawan bencana alam. Terhadap hal ini, dibutuhkan pemetaan yang menggambarkan kondisi real wilayah tersebut berikut kemungkinan-kemungkinan seperti apa wujud bencana yang bakal terjadi. Riwayat bencana yang pernah terjadi di suatu wilayah menjadi penting sebagai bahan pertimbangan dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana sejenis yang berulang. Peta wilayah rawan bencana inilah yang hendaknya lebih mendapatkan perhatian oleh institusi penanggulangan bencana dan disosialisasikan kepada masyarakat luas.
Menghargai Jiwa Manusia
Sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang tertinggi, mesti tumbuh penghargaan yang tinggi terhadap jiwa manusia. Dengan kata lain, seyogianya ada komitmen yang kuat dalam melindungi jiwa manusia. Penanganan para petambang di Cilebelum lama ini adalah sebuah contoh baik dan pantas diteladani. Betapa pemerintah setempat bahu-membahu dengan masyarakat untuk menyelamatkan 33 orang petambang yang terjebak di dalam tanah selama 69 hari. Sampai-sampai pemerintahan Cile bekerja sama dengan negara lain untuk menggunakan teknologi kapsul untuk mengangkat para penambang dari kedalaman 700 meter dari permukaan tanah. Dan, yang membahagiakan, mereka semua akhirnya selamat. Presiden Cile,Sebastian Pinera,ada disitu tatkala para petambang itu ditarik keluar dari terowongan. Ia memeluk dan menunjukkan rasa simpatinya kepada mereka yang berhasil selamat dan keluarganya. Sungguh mengharukan! Dunia pun takjub, tergetar, dan terinspirasi.
Belajar dari situ, kita yang berdomisili di Baliseyogianyasenantiasamenghargai nyawa manusia, kendati pun ‘cuma’ satu nyawa. Sama sekali jangan pernah mengecilkan arti dari melayangnya jiwa manusia dikarenakan bencana yang menimpa. Caranya, dengan memberikan pertolongan dan bantuan yang sungguh-sungguh, cepat dan tepat, terhadap setiap bencana yang mengancam jiwa manusia. Juga, dengan melakukanupaya-upaya pencegahan agar, kalau mungkin, bencana itu tidak terjadi. Usaha-usaha pencegahan tak boleh diabaikan, jika tak ingin permasalahannya semakin parah dan menimbulkan akibat yang semakin parah. Oleh karena itu, tiada pilihan lainselain mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan-kemungkinan terjadinya berbagai bencana alam di negeri yang wilayahnya rawan bencana ini.
Semoga pemerintah dan kita semua senantiasaelingdengan melakukan langkah-langkah nyata, diantaranya denganmemperkuat institusi yang menangani bencanadengankemampuan bergerak cepat, melakukan pemetaan terhadap wilayah yang rawan bencana, sertamelindungi dan melestarikan alam sekaligus menghindari perilaku merusak alam. Yang tak kalah pentingnya adalah menghargai jiwa manusia dengan sebisa mungkin dan secepat mungkin memberikan pertolongan sebelum maut menjemput.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H