Ia menceritakan anak lelakinya -- yang sering pendapat juara bernyanyi, sudah mulai bekerja setelah menamatkan pendidikannya di sebuah perguruan tinggi. Saya pun berkisah tentang hal yang sama. Kami sungguh asyik bercerita.
Lalu, saya minta ijin mendahului karena sudah selesai makan, sementara ia masih menunggu  makanan yang dipesannya. Saya lalu menuju kendaraan dan segera meluncur ke arah Denpasar. Saya menikmati perjalanan sepanjang sekitar 90 km dengan suasana hati tenang karena perut sudah terisi.
Baru Sadar, Lupa Membayar
Nah, setibanya di rumah Denpasar saya baru ngeh, ternyata saya belum membayar makanan yang saya santap di Wr. Natural. Waduh, saya merasa bersalah. Mengapa saya sampai tidak ingat membayar makanan yang sudah saya nikmati di warung itu?
Setelah berusaha mengingat-ingat kejadian itu, saya pun memastikan betapa saya menjadi lupa lantaran asyik ngobrol dengan Pak Wayan, seorang sahabat lama saya itu.
Usai ngobrol, rupanya saya tidak ke kasir, melainkan langsung ngeloyor pergi. Ibu pemilik warung makan mungkin mengetahui saya tidak membayar, mungkin pula tidak. Saya tak tahu pasti. Yang pasti, ia tidak menegur atau mengingatkan saya.
Keesokan harinya, ketika balik lagi ke Singaraja, saya pun sengaja singgah kembali ke warung tersebut pada sore hari kendati pun tidak untuk makan. Kebetulan warung tersebut belum tutup. Biasanya menjelang senja warung itu sudah tutup.
"Ibu, mohon maaf, kemarin saya lupa membayar makanan saking asyik ngobrol dengan teman lama. Sekarang saya bayar ya Bu?," kata saya sambil membuka dompet.
"Oh, nggak apa-apa Pak. Saya yakin Pak pasti kelupaan. Toh masih ada hari lain untuk singgah," sahutnya seraya tersenyum.
Saya pun meminta si ibu pemilik warung menghitung satu paket makanan yang saya beli kemarin. Lalu, saya membayar sesuai dengan nominal yang disebutkan. Jumlahnya tidak sampai Rp.30.000,-
Itulah pengalaman saya di warung makan. Semoga kejadian yang membuat saya merasa bersalah ini adalah pengalaman  pertama sekaligus yang terakhir kalinya.