Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Dicecar Pertanyaan "Kapan Menikah", Bagaimana Menanggapinya?

7 Mei 2022   15:51 Diperbarui: 9 Mei 2022   15:28 534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertanyaan yang diajukannya berangkat dari persepsi, cara pandang, atau opini yang bersangkutan. Misalnya, menurut dia, menikah adalah sebuah keharusan. Menikah sudah seharusnya dilaksanakan kalau sudah cukup umur. Mengingatkan, agar jangan sampai baru ingat menikah setelah usia jauh bertambah.

Bisa juga dilatarbelakangi oleh pemikiran jika menikah dalam usia yang cukup, akan ada waktu yang cukup juga untuk merawat dan membesarkan anak-anak.

"Kalau menikah terlalu tua, nanti saat sudah pensiun, anak masih bersekolah sehingga sedang memerlukan biaya besar," begitu antara lain ucapan yang disampaikan.

Mengontrol Respons Sendiri

Dalam konteks ini, kita tidak bisa mengendalikan pikiran orang lain. Jadi, bersabarlah. Yang bisa kita kontrol adalah respons kita terhadap ucapan atau pendapat orang lain.

Maka, yang perlu dilakukan hanyalah memberi respons yang sewajarnya saja, tanpa harus melukai perasaan si penanya yang bisa merusak hubungan baik.

Kembali kepada diri sendiri, apakah pertanyaan itu dirasakan menyakiti dan menyinggung perasaan atau tidak. Kita bisa menetapkan pilihan dalam hal ini.

Jika pertanyaan itu membuat kita kesal, berarti kita telah membiarkannya menembus pikiran dan perasaan kita.

Sebaliknya, jika kita tidak memedulikan pertanyaan itu dan menganggapnya sekadar cara untuk ber-say hello atau ada motivasi positif di baliknya, maka kita tidak akan merasa tersinggung atau tersakiti. Akhirnya, terserah kepada pilihan kita dalam meresponsnya.

(I Ketut Suweca, 7 Mei 2022).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun