Teringat dulu, ketika salah satu buku saya terbit, ada seorang pembeli menyampaikan kritiknya terhadap buku saya. Ia mengatakan buku itu  banyak yang harus diperbaiki, terutama dari sisi tata bahasa.
Di pihak lain, banyak yang menyatakan bahwa buku saya bagus dan bermanfaat. Bahasanya mengalir lancar, enak dibaca. Lalu, yang mana saya percayai?
Membeli Handphone
Buku tersebut pada akhirnya laku dijual. Saya menjualnya secara langsung dan melalui facebook, tidak melalui penerbit.Â
Dari penjualan buku saya bisa membeli sebuah handphone. Dan, biaya cetak buku juga bisa tertutupi. Saya bersyukur atas penjualan buku tersebut kendati dalam eksemplar yang terbatas.
Tentu saja saya merasa senang mendapatkan masukan dari para pembeli. Terutama mendapat acungan jempul atas kreativitas saya yang berani menuliskan gagasan ke dalam bentuk karya tulis berupa buku.
Lalu, bagaimana dengan kritik atau pernyataan negatif? Saya tidak terlalu pedulikan, tetapi tetap saya sampaikan terima kasih atas pendapatnya. Saya tahu, yang memberikan kritik  adalah orang yang belum pernah menulis satu artikel pun, apalagi buku.
Dengan pernyataan itu, saya semakin terpacu untuk unjuk prestasi dalam menulis buku. Ingin menyusun buku yang lebih banyak lagi. Sekaligus juga lebih selektif dalam menggunakan bahasa. Jadi, saya ambil hikmahnya saja.
Obrolan dengan Gol A Gong
Pada intinya, kita bisa jadikan pujian atas karya kita sebagai motivasi untuk berkarya lebih sungguh-sungguh lagi. Pujian itu, dalam banyak hal, memberikan amunisi bagi batin kita untuk bersemangat berkarya. Milikilah para sahabat yang senantiasa mendukung upaya kita.
Selanjutnya, jadikan kritik, celaan, atau apa pun namanya, sebagai pelecut untuk unjuk karya yang lebih baik. Jangan biarkan kritik itu memadamkan semangat kita untuk menjadi lebih baik dalam berkarya.
Sampai di sini saya jadi teringat dengan obrolan saya di dalam mobil dengan Pak Goal A Gong ketika kami bersama-sama meluncur menuju sebuah perpustakaan desa.
Dalam perjalanan beliau bertutur tentang kisah hidupnya. Betapa berat perjalanan hidup yang dijalani, tetapi beliau menjalaninya dengan tabah dan berhasil menorehkan prestasi gemilang di dunia olahraga badminton dan dunia literasi.
Salah satu yang menarik adalah pesan ibu dari Pak Gol A Gong. "Kalau kamu dihina atau diremehkan orang lain, janganlah marah. Hadapi dengan senyum dan prestasi," tutur Duta Baca Indonesia ini menyitir petuah bundanya.
Berangkat dari situ, mari tanggapi setiap kritik atau celaan, dengan berpikir yang positif. Jadikan semua itu sebagai momentum untuk berprestasi lebih baik lagi.
Jawablah setiap keraguan atau kritik dengan segala bentuknya dengan prestasi yang lebih baik dan lebih baik lagi.
Pantun dari Bali
Jangan hendaknya kita menghentikan langkah ketika kritik itu datang. Dalam segala macam pekerjaan, pasti ada saja orang yang tidak sependapat dengan kita.
Ada saja orang berpandangan berseberangan, bahkan mencela karya kita. Tak mengapa, jalan saja terus.
Di Bali ada pantun, "Celebingkah batan biu, belahan pane belahan paso. Gumi linggah ajak liu, ade kene ade keto." Artinya, dunia ini luas dan ada banyak sekali orang dengan berbagai sifat dan tingkah-lakunya.
Berangkat dari pantun itu, hendaknya kita memahami bahwa begitulah hidup di dunia ini. Beragam hal adanya, bermacam-macam isinya. Kita harus pandai memilih dan memilah, mana yang patut dipertimbangkan dan mana yang pantas dihindari.
Yang terpenting, miliki pendirian yang kuat agar tidak mudah terombang-ambing oleh berbagai ajakan atau pendapat yang beragam.
Ukuran terbaiknya adalah suara hati nurani sendiri. Sepanjang kita yakin apa yang kita lakukan itu benar, tidak melanggar hukum dan agama, dan tidak mengambil hak atau merugikan orang lain, lakukan saja. Berhenti untuk selalu meminta persetujuan orang lain. Berhenti untuk selalu berusaha memuaskan orang lain.
Tubuh Kurus dan Kecil
Dulu, baru tamat sekolah dasar, ada orang dewasa mengolok-olok saya berulang-ulang. Ia sering bilang bahwa saya tak akan diterima di sekolah menengah pertama karena tubuh saya yang kecil dan kurus. Sebagai anak ingusan, pada saat itu saya setengah percaya, benarkah?
Tetapi bersamaan dengan bergulirnya waktu, saya tunjukkan bahwa saya bisa mendapatkan sekolah. Saya tidak mau terhambat hanya karena tubuh saya kerempeng dan kecil waktu itu.
Jadi, celaan itu telah berhasil memantik semangat saya untuk unjuk prestasi bersekolah hingga pada jenjang pendidikan tertinggi. Dan, celaan itu juga menjadi salah satu yang membuat saya tekun berolah raga, menekuni bela diri salah satunya.
Dalam hal menulis, saya kira, juga demikian. Jadikan setiap penilaian miring, celaan, dan negativitas dengan segala bentuknya sebagai pelecut untuk unjuk prestasi.
Ingat selalu ucapan ibunda dari Pak Gol A Gong: balas dengan senyum dan prestasi. Itu saja!
(I Ketut Suweca, 25 Februari 2022).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI