Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Korupsi, Penindakan atau Pencegahan yang Menjadi Prioritas?

15 Desember 2021   19:10 Diperbarui: 17 Desember 2021   08:23 680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pelaku korupsi. Sumber: Kompas.com/Supriyanto

Kalau sifat ini diberikan kesempatan untuk naik ke permukaan, bukan tidak mungkin ia bisa mengambil berbagai bentuk, salah satunya adalah tindakan korupsi.

Ketamakan tidak memandang orang kaya atau miskin. Orang kaya bisa tamak, orang miskin pun bisa. Jadi, orang serakah itu tidak tergantung pada kondisi ekonomi. Bisa dimiliki dan dilakukan oleh siapa saja yang membiarkan sifat serakahnya meraja di dalam benaknya.

Kedua, adanya kesempatan.

Kesempatan yang terbuka bisa juga menimbulkan niat buruk untuk memperkaya diri dan kelompok. Orang yang tadinya tidak berpikir untuk melakukannya, tiba-tiba bisa berniat korupsi karena kesempatan untuk itu terbuka lebar.

Kembali kepada pribadi masing-masing, apakah akan memanfaatkan kesempatan tersebut atau tidak. Bagai sopir kendaraan, ia mau menginjak pedal gas atau rem.

Kalau ia memutuskan menginjak gas niat buruk dengan memanfaatkan kesempatan, maka terjadilah korupsi. Sebaliknya, apabila yang bersangkutan menginjak pedal rem, maka tidak akan ada tindakan korupsi kendatipun terbuka kesempatan untuk itu.

Ketiga, adanya kekuasaan.

Kekuasaan dapat menumbuhkan niat korupsi. Ya, dengan kekuasaan yang dimiliki, penguasa di berbagai level bisa saja memanfaatkan kekuasaannya untuk memperkaya diri dan kelompoknya. Kekuasaan itu bisa membutakan mata hati!

Benarlah apa yang ditulis oleh Lord Acton yang kita pelajari dalam ilmu politik. Ia menyatakan bahwa kekuasaan itu cenderung korup. Dan, kekuasaan yang tidak terkontrol pasti korup. Dengan bahasa aslinya, ia menulis, "Power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely."

Kelima, tergantung keteladanan.

Tindakan korupsi dalam batas-batas tertentu juga faktor dipengaruhi oleh faktor keteladanan. Kalau dalam suatu institusi pimpinannya berperilaku koruptif, maka bukan tidak mungkin bawahan juga akan melakukan tindakan yang sama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun