Perjalanan melihat-lihat desa dan memerhatikan perpustakaan setempat, membawa saya pada dua kesimpulan mendasar.
Pertama, ada kepala desa yang concern dengan pengembangan perpustakaan desanya. Kedua, ada kepala desa yang sama sekali tidak peduli dengan keberadaan perpustakaan, bahkan tidak terlihat ada pojok baca sekali pun.
Lalu, apa yang saya pelajari dari pengamatan sederhana itu? Bagaimana para kepala desa melihat kebutuhan atau keberadaan perpustakaan?
Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah No. 3 tahun 2001 tentang Perpustakaan Desa/Kelurahan sudah mengisyaratkan pembangunan perpustakaan desa. Dan, Anggaran Dana Desa diperbolehkan untuk sebagian dimanfaatkan membangun perpustakaan.
Atensi Kepala Desa
Akan tetapi, berapa kepala desa yang memerhatikan? Semua akan terjawab apabila kita melihatnya langsung ke desa dan melihat ada-tidaknya perpustakaan di desa setempat dan kondisi real-nya.
Ada kepala desa yang sudah memahami sumber anggaran yang bisa dimanfaatkan untuk pembangunan perpustakaan. Kepala desa seperti ini berusaha menyisihkan sebagian dari anggaran desa untuk menyediakan sarana dan prasarana perpustakaan, berikut seluruh isi yang dibutuhkan.
Tidak terkecuali, menyediakan peralatan teknologi seperti komputer dengan akses internet. Termasuk juga mengangkat dan menggaji staf yang ditugaskan mengelola perpustakaan sehari-hari. Saya melihat langsung desa-desa yang perpustakaannya sudah cukup maju.
Sungguh menyenangkan melihat dan merasakan komitmen para kepala desa seperti ini. Ini pertanda perpustakaan desa akan bisa tumbuh-kembang dengan baik dan bermanfaat bagi masyarakat sekelilingnya.
Tidak Mau Peduli