Di beberapa tempat saya melihat pengelola perpustakaan desa mengantarkan buku-buku perpustakaan lebih dekat dengan pemustaka dengan menggunakan sepeda motor roda tiga.
Ada juga yang menggunakan mobil pick-up yang sudah dimodifikasi. Mereka berkeliling desa, datang ke sekolah-sekolah dasar, ke tempat-tempat keramaian, untuk menyediakan dan mengajak masyarakat membaca buku.
Kedua, perpustakaan mengadopsi kemajuan teknologi.Â
Perpustakaan dengan buku-buku cetak adalah hal yang biasa kita lihat. Memang seperti itulah wujud perpustakaan konvensional. Tidak ada yang salah dengan perpustakaan seperti ini dan keberadaannya mesti tetap dijaga.
Nah, bersamaan dengan itu, pengelola perpustakaan seyogianya juga mengadopsi kemajuan teknologi informasi dan komunikasi dalam pelayanannya. Misalnya dengan menyediakan perpustakaan digital (e-library)Â untuk para pengguna atau pemustaka.
Dengan layanan berbasis teknologi itu, para pemustaka tidak harus datang berkunjung ke perpustakaan untuk membaca atau meminjam buku. Dengan aplikasi digital, mereka sudah bisa membaca e-book melalui handphone di mana pun mereka berada sepanjang ada internet.
Ketiga, menjadikan perpustakaan sebagai tempat yang nyaman untuk belajar.Â
Kalau dulu perpustakaan banyak tidak terurus dan yang jauh dari kenyamanan, maka sekarang dan ke depan tidak boleh lagi terjadi hal seperti itu.
Perpustakaan yang baik adalah perpustakaan yang memberikan rasa nyaman, rasa santai dan menyenangkan bagi pemustaka.
Perpustakaan ke depan tidak lagi hanya menjadi tempat untuk membaca buku, bahkan juga untuk berdiskusi, untuk mengerjakan tugas yang diberikan guru atau dosen sambil menikmati secangkir teh, misalnya.