Tulisan ini terinspirasi dari kegiatan iseng saya melihat buku-buku lama di dalam rak buku. Di antara buku-buku yang ada, saya temukan sederetan kecil buku tipis-tipis di situ. Setelah saya buka, ternyata buku-buku itu adalah sisa dari kursus menulis saya dulu.
Saya sebut sisa, karena hanya itulah buku yang masih utuh. Beberapa lainnya sudah habis dibaca (baca: dimakan) rayap.
Kursus Mengarang
Untuk maklum, latar belakang pendidikan saya bukan bahasa Indonesia atau ilmu jurnalistik. Oleh karena itu, saya memandang perlu belajar secara intensif bagaimana menggunakan bahasa Indonesia dalam tulis-menulis agar bisa menulis dengan lebih baik.
Tanpa kemampuan berbahasa yang baik dan benar, mustahil saya bisa mewujudkan hasrat menjadi seorang penulis. Demikian pikir saya saat itu.
Akhirnya saya memutuskan untuk mengikuti dua jenis kursus dalam waktu yang berbeda. Yang pertama adalah kursus karang-mengarang dan yang kedua kursus ilmu jurnalistik.
Saya juga memperlengkapi diri dengan membaca buku-buku yang berkaitan dengan kepenulisan.
Pertama-tama saya mengikuti kursus mengarang jarak jauh yang diasuh oleh The Liang Gie (almarhum) di Yogyakarta, dalam dua level yang berbeda.
Sangat menyenangkan mengikuti kursus itu. Betapa tidak! Saya mendapatkan dasar-dasar ilmu mengarang yang lumayan lengkap pada level pertama. Selanjutnya, pada level kedua, saya memperoleh pengetahuan tentang teknik menulis ilmiah populer dari lembaga kursus tersebut.
Kursus Jurnalistik