Bagi sebagian orang, menulis mungkin hobi yang menyenangkan untuk dilakukan. Hobi yang memberikan kegembiraan dalam menjalaninya.
Akan tetapi, bagi sebagian lagi, menulis bisa menjadi sebuah beban yang harus ditanggung. Menulis menjadi sesuatu yang begitu memberatkan atau sesuatu yang tidak menarik sama sekali.
Kalau ditelisik lebih lanjut, paling tidak terdapat tiga alasan utama mengapa orang enggan atau tidak mau menulis. Tiga alasan inilah yang membawa orang tidak mau menulis dan tidak kunjung menulis.
Pertama, tidak ada niat menulis.
Selama seseorang tidak memiliki keinginan menjadi penulis, maka sampai kapan pun ia tak akan menulis atau menjadi penulis. Mungkin saja dia memang tidak tertarik untuk menulis atau tidak pernah mau menjadikan kegiatan menulis sebagai pekerjaan atau kegiatan.
Boleh jadi dia banyak memiliki pemikiran yang bagus dan mempunyai pengalaman yang pantas ditulis, tetapi tidak terpikirkan olehnya untuk menuliskannya. Ia mungkin hanya menuturkan semua secara lisan daripada menuangkannya ke dalam bentuk karya tulis.
Karena tidak ada niat menjadi penulis, usahanya ke arah itu sama sekali tidak ada. Boleh jadi ia memilih kegiatan atau profesi lain yang digemarinya atau lebih menjanjikan terutama dari sisi finansial, misalnya.
Atau, ia melihat pekerjaan menulis itu adalah pekerjaan yang tidak mudah. Diperlukan usaha keras untuk menjadikan dirinya menjadi penulis.
Belajar teori dan praktik menulis yang membutuhkan usaha keras dan memakan waktu menyebabkan ia tidak berniat menjadi seorang penulis.
Kedua, tidak ada yang mendorong untuk menjadi penulis.
Dorongan atau motivasi menulis mesti ada. Di samping niat dari dalam diri, dorongan dari luar memang diperlukan. Banyak orang yang bersemangat menulis setelah mendapatkan dorongan yang kuat dari luar di samping dari dirinya sendiri.
Untuk memperoleh dorongan ini, ia harus mempunyai lingkungan yang berkesesuaian. Misalnya, ia memiliki teman-teman penulis.
Kalau ada satu atau lebih temannya adalah penulis, maka kemungkinan sang teman akan bisa mengajaknya untuk berkiprah di dunia penulisan. Pengaruh lingkungan sangat besar terhadap pembentukan seorang penulis.
Dengan alasan yang sama, dalam keluarga pelukis cenderung melahirkan generasi pelukis berikutnya. Seorang seniman ukir cenderung lahir dari keluarga pengukir. Seorang dokter cenderung lahir dari lingkungan keluarga dokter
Demikian juga seorang penulis. Kalau ayah-ibunya suka membaca dan menulis, kecenderungan sang anak akan menjadi orang yang suka membaca dan menulis. Itulah kecenderungan yang terjadi, kendati dalam beberapa kasus, tidak selalu demikian.
Jika niatnya sendiri tidak ada, maka lingkungan seperti apapun tidak akan berhasil memengaruhinya. Ada ungkapan yang menyatakan, Anda bisa membawa seekor kuda ke sungai, tetapi Anda tidak bisa memaksanya minum air.
Hal lain yang mendorong seseorang untuk menulis adalah lantaran adanya kewajiban menulis. Misalnya, seorang mahasiswa yang ditugaskan menulis paper atau makalah oleh dosennya. Seorang mahasiswa yang, mau tak mau, harus menyusun skripsi jika ia mau menyelesaikan studinya. Kewajiban bisa menjadi pemicu orang untuk menulis.
Hanya saja, kewajiban seperti ini tidak menjadi jaminan ia akan menjadi penulis. Usai melaksanakan kewajibannya menulis paper atau skripsi, dia tidak mau menulis lagi. Menulis baginya sekadar untuk memenuhi kewajiban, selain itu tidak.
Ketiga, tidak tahu bagaimana caranya menulis.
Kalau hanya persoalan tidak tahu cara atau teknik menulis, saya kira, akan dengan mudah terpecahkan masalahnya. Yang bersangkutan hanya perlu memilik guru atau mentor menulis.
Ia bisa saja minta bantuan seorang penulis senior untuk menuntunnya menulis. Biasanya para penulis yang sudah berpengalaman tidak pelit membagikan pengetahuan dan pengalamannya kepada orang yang benar-benar berniat menjadi penulis.
Oleh karena itu, ada baiknya sang calon penulis mendatangi satu atau lebih penulis yang bersedia menjadi mentornya. Dari mentor itulah, ia bisa belajar tentang teori dan praktik menulis. Dengan bimbingan sang mentor, dapat diharapkan dia akan tumbuh menjadi penulis yang berhasil bersamaan dengan perputaran waktu.
Di samping menemukan seorang mentor, ia perlu juga mempelajari secara mandiri teori-teori menulis agar praktik menulis yang dilakukannya memiliki dasar acuan yang kuat. Ia bisa belajar dari buku-buku dan banyak sumber lainnya.
Misalnya, ia mesti belajar bagaimana menemukan ide atau gagasan. Lalu, bagaimana membuat kerangka karangan dan mengembangkannya menjadi alinea demi alinea sehingga menjadi sebuah karangan yang utuh. Ia juga mesti belajar bagaimana menggunakan diksi dan ejaan yang tepat, juga penalaran yang baik.
Semua itu bisa dipelajarinya dari seorang mentor di samping dari upayanya sendiri untuk belajar dan berkembang di bidang penulisan.
Jadi, pertama-tama yang diperlukan adalah niat menulis atau niat menjadi penulis. Kalau niat tidak ada, maka sampai kapan pun seseorang tidak akan bisa menjadi penulis. Niat adalah modal utama!
Selanjutnya mesti ada pemacu atau pendorong dari luar, misalnya dari lingkungan terdekatnya. Dan, ketiga, untuk menjawab bagaimana cara menulis, maka harus ada mentor yang membimbing atau mendampinginya agar tumbuh menjadi penulis yang sukses.
( I Ketut Suweca, 29 Juli 2021).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H