Mengetiknya mesti ekstra hati-hati. Jika salah, terpaksa harus di tip-ex alias diberi pemutih untuk menutupi bagian yang salah ketik.
Kalau bagian yang di-tip-ex itu lebih dari dua kata, misalnya, tampak sekali kita kurang cermat mengetik. Tampilan tulisan kita akan tampak kurang baik. Bopeng. Ini tidak baik di mata  redaksi koran yang akan menerimanya nanti.
Oleh karena itu, kehati-hatian dalam mengetik menjadi faktor penting. Dengan kehati-hatian itu, berharap tidak terjadi kesalahan ketik. Dengan demikian, naskah yang saya buat tampak rapi dan bersih dari kesalahan. Kesan pertama harus baik, begitu pikir saya.
Nah, singkat cerita, naskah yang saya susun sudah kelar. Sudah ada judul, ada lead yang menurut saya sudah enak dibaca, juga dilengkapi ending yang tidak kalah menariknya. Semuanya saya harapkan memberi kesan positif pada redaksi.
Membuat Surat Pengantar
Cukupkah sampai di situ? Tentu saja, belum. Masih ada langkah berikutnya agar naskah saya sampai di ruang redaksi sebuah koran. Apa lagi yang diperlukan? Tidak salah lagi, berilah naskah itu Surat Pengantar.
Di dalam surat pengantar ini saya paparkan secara singkat bahwa saya lampirkan sebuah artikel untuk kiranya bisa dimuat. Saya susun surat pengantar tersebut sedemikian rupa untuk menggugah redaksi memuat naskah saya di koran yang dikelolanya.
Ingat, Isi Identitas Diri
Tidak lupa di bagian bawah surat pengantar saya lengkapi dengan identitas diri, misalnya menyangkut nama lengkap, alamat, nomor telepon, pekerjaan, sedikit pengalaman menulis , no rekening, NPWP, dan apa lagi ya? Oh ya, terkadang redaksi juga membutuhan foto penulis untuk menyertai artikel opini.
Itulah yang saya isi di surat pengantar. Bagaimana kemudian mengirimkannya? Mudah saja. Dulu, semuanya dikirim melalui kantor pos, belakangan cukup dikirim melalui email saja. Tidak diperlukan lagi ongkos kirim seperti sebelumnya. Pengiriman melalui email sangat praktis dan efisien.