Mengamati perkembangan perpustakaan di desa yang selanjutnya dikenal sebagai perpustakaan desa sungguh menggembirakan. Mengapa demikian? Mari kita telusuri lebih jauh.
Dulu, mungkin yang terpikir oleh penyelenggara pemerintahan desa hanyalah bagaimana melayani masyarakat yang berurusan ke kantor desa. Masyarakat terlayani dengan baik saja sudah lebih dari cukup. Akan tetapi, kini pelayanan pokok itu saja belumlah cukup.
Dasar Aturannya
Di samping berbagai pelayanan yang sudah dikenal di desa, kini mulai tumbuh pelayanan lainnya berupa layanan dengan penyediaan perpustakaan.
Pelayanan ini relatif baru, kendati peraturan mendasarinya sudah cukup lama, yakni Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah No. 3 Tahun 2001 tentang Perpustakaan Desa/Kelurahan, dan Undang-undang RI No. 43 Tahun 2017 tentang Perpustakaan. Ada juga regulasi tentang instrumen akreditasi perpustaakaan desa, dan peraturan-peraturan teknis lainnya.
Kendati peraturan itu sudah cukup lama diberlakukan, pada kenyataannya belum bisa dilaksanakan dengan maksimal di pemerintahan desa.
Aparat desa mungkin masih melihat bahwa pembangunan perpustakaan di desa belum menjadi prioritas utama. Perpustakaan masih di nomor urut bawah, kurang dianggap penting. Yang diutamakan adalah pembangunan jalan dan pembangunan fisik lainnya.
Perkembangan yang Menggembirakan
Semangat kepala desa dan lembaga permusyawaratan di desa mulai bangkit secara perlahan-lahan. Para kepala desa, mulai menyadari betapa pentingnya kehadiran perpustakaan di desanya. Bersama lembaga permusyawaratan desa, kepala desa merancang pembangunan perpustakaan secara bertahap.
Memberdayakan Masyarakat
Memang, membangun perpustakan desa tidak bisa serta-merta dilakukan. Tidak bisa instan. Fasilitasnya mesti disiapkan terlebih dahulu, sesederhana apa pun itu. Misalnya, memanfaatkan salah satu ruangan di kantor desa atau di balai desa sebagai ruang perpustakaan.
Lalu, menyediakan buku-buku yang akan menjadi koleksi perpustaan desa. Buku-buku itu bisa dianggarkan dalam anggaran desa, bisa diperoleh dari sumbangan masyarakat desa, di samping dari pihak ekternal.
Bisa dipilih buku-buku yang relevan dengan kebutuhan masyarakat desa setempat. Misalnya, masyarakat yang sebagian besar adalah petani, maka perlu buku-buku yang menyangkut keterampilan bertani dan pengolahan hasil pertanian diutamakan untuk disediakan.
Misalnya, bagaimana teknik menanam cabai agar berbuah lebat, membuat tanaman hidroponik, membuat keripik ketela, atau membuat kerajinan tertentu dari bahan alam yang tersedia di desa.
Jika hal ini berlangsung terus, bukanlah mustahil kegiatan yang tadinya sekadar sebagai hobi dan coba-coba, bisa menjadi sebuah profesi yang menghasilkan rupiah.
Semuanya berawal dari kegemaran membaca buku di perpustakaan desa yang kemudian mendatangkan keuntungan secara finansial.
Penyiapan SDM Perpustakaan
Di samping itu sarana prasarana dan koleksi buku, sumber daya manusia yang menangani perpustakaan mesti ditentukan.
Harus jelas siapa yang bertanggung jawab mengurus perpustakaan desa ini. Perlu dibuatkan keputusan kepala desa yang menyangkut pembentukan dan personalia pengelola perpustakaan serta tugas pokok dan fungsinya.
Dengan demikian, akan ada petugas yang secara rutin dan berkelanjutan menangani perpustakaan desa. Layanan perpustakaan menjadi lebih intensif dan lebih profesional.
Menggugah Kegemaran Membaca
Yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana menggugah kegemaran membaca masyarakat.
Terkadang di desa masih ada pemikiran, tidak ada waktu lagi untuk membaca, karena waktu sudah habis untuk mencari nafkah.
Pandangan itu tidak salah apabila kegiatan membaca dilihat sebagai aktivitas membaca an sich! Akan tetapi, kalau dipandang dari urgensi pengetahuan dan informasi yang diperoleh dari buku-buku perpustakaan, tentu semua ini akan menambah wawasan masyarakat sebagai pembaca.
Tidak hanya wawasan atau pengetahuan bertambah, pembaca juga akan melihat peluang dan potensi yang tersedia di desanya. Hal itu diawali dengan membaca buku-buku yang berkaitan dengan berbagai keterampilan yang memungkinkan untuk dilakukan dan dikembangkan sesuai dengan potensi di sekitarnya.
Nah, kalau seperti itu cara berpikirnya dan menjadi kesadaran masyarakat desa, penulis yakin masyarakat tidak lagi akan memandang membaca sebagai aktivitas yang tidak penting atau membuang-buang waktu.
Mereka akan melihat perpustakaan sebagai lembaga atau wahana yang bisa memberdayakan hidup sepanjang mereka bersedia menyerap dan mempraktikkan apa yang mereka baca.
Lalu, siapa yang menggugah masyarakat agar gemar membaca? Siapa lagi kalau bukan aparat desa sendiri dan petugas perpustakaan yang dibantu oleh lembaga yang menangani urusan perpustakaan di daerah kabupatan/kota. Perpustakaan nasional pun bisa dimintakan bantuannya.
Tiada cara lain selain semua komponen terkait berkolaborasi demi kemajuan perpustakaan desa, sekaligus membangunkan kesadaran masyarakat akan pentingnya membaca buku.
Masyarakat desa yang maju adalah masyarakat desa yang cerdas. Masyarakat desa yang cerdas adalah masyarakat yang gemar membaca.Â
Membaca adalah awal dari pemberdayaan diri untuk hidup lebih baik: lebih berpengetahuan dan lebih sejahtera.
( I Ketut Suweca, 17 April 2021).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H