Bahkan, dalam beberapa kasus, kita sering lupa waktu. Baru saja rasanya duduk dan mulai mengetik, eh ternyata, kita sudah duduk selama dua jam, bahkan lebih. Memang mengasyikkan tenggelam dan berenang-renang di dalam dunia imajiner.
Menulis Itu Membahagiakan
Selain mengasyikkan, menulis juga membahagiakan. Betulkah membahagiakan? Mungkin ada yang menyangsikan kebenaran bahwa menulis itu memberikan kebahagiaan. Paling tidak, bagi mereka yang menulis karena terpaksa.
Menulis dengan rasa terpaksa mustahil akan menghasilkan kebahagiaan dalam menjalaninya. Misalnya, seorang mahasiswa yang tidak suka tulis-menulis, diminta oleh dosennya menulis makalah. Ia mengerjakannya, tapi dengan berat hati.
Ia melakukan riset pustaka dan lainnya. Mengumpulkan referensi dari berbagai sumber. Membuat outline sesuai dengan panduan. Lalu, menulis semua itu. Kendati kemudian bisa selesai, ia sudah merasa sangat kelelahan.
Orang yang tidak terbiasa menjalani dunia tulis-menulis akan merasa sangat terpaksa ketika harus menulis. Menulis menjadi beban berat. Kalau bukan karena kewajiban atau tugas, ia tidak akan mau melakukannya.
Berbeda halnya dengan mereka yang mencintai dunia menulis atau mengarang. Ia akan menjalaninya dengan perasaan bahagia, sebuah perasaan yang membuatnya melompat dari tempat tidur di pagi hari dan segera menulis setelah membasuh muka dan minum segelas air hangat.
Kebahagian dalam menulis sulit dibandingkan dengan apa pun, termasuk dengan materi atau uang! Itulah mengapa seorang penulis bersedia bekerja kendati honornya secuil atau bahkan tidak dibayar. Ia sudah mendapatkan kebahagiaan itu ketika berada dalam proses penulisan!
Ia bahagia dalam mengerjakannya. Ia bahagia ketika tulisannya berguna bagi orang lain. Dan, ia bahagia bisa mendapatkan apresiasi dari pembaca. Ia bahagia apa yang berkelindan di dalam batinnya berhasil dikeluarkan.
Uang? Penulis bukanlah sejenis makhluk yang tidak membutuhkan uang. Ia memerlukan uang untuk bisa membayar semua kebutuhan dan biaya hidup. Tetapi, dalam banyak kasus, penghasilan dari menulis tidaklah memadai untuk dijadikan sumber pendapatan utama.
Kalau sekadar menambahkan, mungkin ya. Tetapi, kalau menjadikan aktivitas menulis sebagai sumber penghasilan utama, mungkin perlu dipertimbangkan lagi. Kecuali, ya, orang sudah menjadikan menulis sebagai profesi seperti menjadi redaktur koran, novelis, dan penulis profesional lainnya.