Lalu, apa saja yang dilakukan saat Nyepi? Umat Hindu di Bali mengikuti Hari Raya Nyepi dengan melakukan apa yang disebut dengan Catur Brata Penyepian.
Catur Brata Penyepian, meliputi empat larangan/pantangan, yaitu dilarang menikmati hiburan (amati lelanguan), dilarang menghidupkan api/listrik (amati geni), dilarang bepergian (lelungaan), dilarang bekerja (amati karya). Brata penyepian ini dilaksanakan sejak hari Minggu, 14 Maret 2021 pukul 06.00 hingga Senin, 15 Maret 2021, pukul 06.00 juga.
Keempat larangan itu tentu tidak sekadar larangan, melainkan ada filosofi yang mendasarinya. Pada intinya, semua itu dimaksudkan untuk mengekang hawa nafsu. Mengendalikan diri.
Tidak menikmati hiburan, tidak menyalakan api/listrik, tidak bepergian, dan tidak bekerja. Semua  itu memberikan kesempatan kepada umat untuk melakukan mulat sarira atau mawas diri.
Mawas diri terhadap apa? Apalagi kalau bukan terhadap perjalanan hidup selama setahun terakhir: perbuatan baik dan buruk yang pernah dilakukan! Nyepi menjadi kesempatan emas untuk merenung dan mengevaluasi perjalanan tersebut seraya meniatkan untuk memperbaikinya.
Apakah hal-hal positif yang sudah dilakukan? Adakah perbuatan tidak baik atau kurang baik yang pernah dilakukan dan dijalani selama ini? Itulah yang menjadi bahan renungan dan bahan evaluasi disertai niat untuk memperbaiki hal-hal yang kurang atau tidak baik serta mempertahankan serta menyempurnakan hal-hal yang sudah baik.
Intinya, bagaimana mengupayakan agar pikiran, perkataan, dan perilaku sebagai umat manusia menjadi lebih baik dibandingkan sebelumnya. Dari situ diharapkan tercipta hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi), antarsesama manusia, dan antara manusia  dengan alam lingkungan.
Keharmonisan ketiga hubungan itulah yang sesungguhnya menjadi penyebab terwujudnya kebahagian sejati yang dikenal dengan sebutan Tri Hita Karana (tiga penyebab kebahagiaan). Â
Wujud Toleransi Umat Beragama
Bali terdiri dari banyak umat dari berbagai agama. Saat Hari Nyepi inilah tampak jelas dan nyata  toleransi antarumat beragama di Bali, seperti juga pada hari-hari besar keagamaan lainnya. Toleransi atau tenggang rasa antarsesama kendati dengan latar belakang agama yang berbeda sudah sangat teruji di Bali.
Masyarakat Bali guyub dan hikmat merayakan hari-hari besar keagamaan. Semuanya saling bantu dan saling menjaga. Inilah wujud dari pengamalan Pancasila yang nyata dalam kehidupan di Bali.