Keempat, berkaitan dengan jumlah pembaca.
Jumlah yang membaca artikel-artikel saya cukup variatif. Pada umumnya berkisar antara 100 sampai dengan 200 pembaca per artikel. Ada beberapa artikel saya yang dilihat (dibaca) di atas 200 orang, bahkan di atas 1.000 orang. Ada juga artikel saya yang tingkat keterbacaannya rendah, di bawah 100 orang.
Lalu, adakah kaitan jumlah pembaca dengan penguasaan materi tulisan oleh si penulis? Saya yakin, kalau sebuah tulisan benar-benar berangkat dari penguasaan penulisnya terhadap topik yang ditulis, maka hasilnya cenderung bagus. Pembaca artikelnya pun cenderung tinggi atau banyak. Demikian juga sebaliknya.
Akan tetapi, ini dengan asumsi, si penulis memiliki kemampuan menuangkan gagasan ke dalam bahasa tulis dengan baik.
Kalau ditelisik lebih jauh, tulisan yang berdasarkan pengalaman cenderung lebih diminati pembaca. Buktinya? Di antara 14 artikel yang saya susun dan ikutkan dalam kompetisi ini, ada 2 tulisan yang menjadi Artikel Utama (AU). Kedua artikel itu berangkat dari pengalaman saya pribadi.
Artikel yang berjudul Pengalaman "Menikmati" Banjir dan Kasur yang Mengambang, dan "Si Ratu Malam" Akankah Menjadi Tren 2021, berangkat dari pengalaman hidup saya sendiri. Keduanya menjadi headline (HL). Sedangkan satu artikel lagi, kendati tidak HL,  pengunjungnya lebih dari 1.300 orang adalah yang  bertajuk  Ketika Pesawat Hanya Berputar-putar di Udara dan Tidak Dijinkan Mendarat.
Dari situ dapat diduga bahwa pembaca, termasuk pengelola atau admin, menyukai tulisan-tulisan yang diangkat dari pengalaman. Mengapa demikian? Karena, tulisan semacam itu langsung menyentuh emosi pembaca. Pembaca bisa larut secara emosional: terharu, sedih, bahagia, takut, tertawa, saat membaca artikel seperti itu.
Pelajaran yang saya petik: menulis dari pengalaman sendiri jauh lebih mudah dan lebih menarik bagi pembaca karena ada sentuhan emosi di dalamnya. Â
Kelima, perlunya konsistensi dalam menulis.
Tanpa konsistensi, sependek apa pun waktu yang diberikan, orang akan cenderung menyudahi  upayanya di tengah jalan. Dengan kata lain, tidak menuntaskannya hingga hari terakhir, kendati itu boleh-boleh saja dan tetap dalam penilaian dengan hitungan per artikel.
Memang, konsistensi sangat dibutuhkan dalam pekerjaan atau kegiatan apa pun jika ingin berhasil, tak terkecuali dalam kegiatan menulis.