Setelah mengisi acara Sharing Time Pro 2 RRI Singaraja sebagaimana pernah saya laporkan di sini sebelumnya, undangan untuk menjadi narasumber kembali datang. Kali ini dari Ikatan Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Udayana (IDEYANA) Denpasar, Bali, dalam format webinar.
Berbagi Pengalaman
Undangan tersebut berawal dari beberapa kawan di situ yang saya kenal yang meminta saya untuk berbagi pengalaman bagaimana teknik menulis yang efektif itu. Dengan motivasi untuk belajar, saya pun menyanggupi dan akhirnya pada Minggu, 9 Agustus 2020, saya didaulat untuk memaparkan seputar dunia tulis-menulis, khususnya menulis opini untuk media massa, baik cetak maupun elektronik, atau online.
Menyenangkan sekali bisa berbagi pengalaman dengan para doktor dan kandidat doktor Universitas Udayana. Bersama saya sebagai narasumber ada tiga orang srikandi jebolan Universitas Udayana juga -- yang semuanya berprofesi sebagai dosen, menjadi pembahas, yaitu Dr. Nina Eka Lestari, Dr. Aryaningsih, dan Dr. Reni Suasih. Keynote speaker-nya adalah Prof. Dr. Kembar Sri Budhi, yang banyak memberikan inspirasi dan motivasi. Bertindak sebagai host dan moderator masing-masing Dr. Rasmen Adi dan Dr. Sedana Yoga.
Webinar yang berlangsung selama dua jam penuh dan diikuti lumayan banyak peserta itu memberi kesempatan kepada saya berbagi pengalaman, dimulai dari pengalaman sebagai penyuka kegiatan membaca, lalu menulis artikel opini, dan selanjutnya menulis beberapa buku.
Empat Syarat Dasar
Kepada peserta webinar saya sampaikan gambaran bahwa untuk menjadi penulis dibutuhkan 4 syarat dasar, yakni pertama, kesediaan untuk terus-menerus belajar. Artinya, seorang penulis mesti siap untuk menjadi seorang pembelajar.
Kedua, kesediaan untuk terus-menerus mengasah keterampilan menulis. Seperti keterampilan lain pada umumnya, keterampilan menulis perlu dilatih secara berkesinambungan agar meningkat secara kualitas dari waktu ke waktu. Kian sering mengasahnya, kian baik hasilnya.
Kedua hal ini, kesediaan belajar dan kesediaan berlatih, menuntut seorang penulis menjadi "murid" seumur hidupnya. Dengan menyandang status sebagai murid, maka ia mesti siap sedia mengikuti proses belajar yang tiada henti.
Ketiga, penulis juga mesti memiliki konsistensi dalam berkarya. Ia seyogianya bisa melahirkan karya-karyanya secara berkelanjutan, tidak seperti pohon pisang yang sekali berbuah setelah itu mati.