Ada sederet pertanyaan yang mungkin masih muncul dalam benak sebagian penulis.
Misalnya, mengapa saya menulis?
Apa dan untuk siapa saya menulis?
Kapan dan di mana sebaiknya menulis dan bagaimana menulis?
Baiklah, daripada berkerut kening memikirkan jawaban atas pertanyaan tersebut, saya ingin mengajak pembaca untuk menemukan jawabannya bersama saya, tapi ala saya. Saya katakan ala saya, karena mungkin saja kita punya alasan atau argumentasi yang berbeda. Yuk kita mulai.
Menuliskan Unek-unek
Pertanyaan pertama, mengapa saya menulis? Ada beberapa alasan mengapa saya menulis. Pertama-tama karena kegiatan atau aktivitas menulis sangat menarik perhatian. Sejak dulu, dulu sekali hingga kini, saya menyukai dunia tulis-menulis di samping kegemaran membaca. Hari-hari yang saya jalani selalu berisikan dua kerinduan, yaitu rindu menulis dan rindu pula membaca.
Selanjutnya, sebagai alasan kedua, apa yang saya rasakan dan pikirkan bisa saya tuangkan ke dalam karya tulis. Percuma dong kalau gagasan yang kita miliki dipendam begitu saja. Dulu, saya sering memilih media buku harian alias diary untuk menuliskan segala macam unek-unek. Jika gagasan sudah tertumpah, otak terasa plong, bebas dari beban pikiran, bagai air yang terlepas dari tanggul yang membendungnya. Jika sebuah gagasan saya tahan, akan ada dua risiko yang muncul, yakni gagasan itu akan pergi tanpa pamit, atau sebaliknya, akan terus-menerus mengganggu pikiran.
Berguna bagi Orang Lain
Alasan lainnya mengapa saya menulis adalah dengan menulis, baik di media cetak maupun media online, saya bisa berbagi inspirasi kepada orang lain. Coba pikirkan, berapa banyak ide yang positif yang sudah kita bagikan kepada pembaca melalui blog ini saja? Banyak atau lumayan banyak, bukan? Tentu kita berharap, ide-ide yang kita tuliskan di sini berguna bagi pembaca. Bukankah dengan cara tersebut kita sudah berbuat baik kepada pembaca?
Hingga di sini saya jadi teringat dengan kata-kata yang dicuplik Ahmad Fuadi, penulis novel trilogi Negeri Lima Menara, dari gurunya di Pesantren Gontor. Katanya, "Sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang berguna bagi orang lain." Merenungi ini, saya jadi lebih bersemangat menulis dengan niat berbagi.