Artikel ini lahir terinspirasi dari tulisan Bapak Felix Tani yang berjudul Jengkel pada Admin Kompasiana. Yang paling mengesankan saya adalah kalimat beliau yang saya petik di bawah ini.
"Ada satu gejala yang saya rasakan akhir-akhir ini. Kompasiana telah berubah dari "arena sosialisasi" menjadi "arena eksistensi". Setiap Kompasianer maunya tampil "hebat sendiri", ogah untuk menjadi "hebat bersama."
Pak Felix menengarai bahwa belakangan ini ada gejala setiap kompasianer maunya tampil hebat sendiri, ogah untuk menjadi hebat bersama. Apa yang ditulis Pak Felix itu sejalan dengan dugaan saya. Saya ingin mengulas sedikit dari sudut ini, melulu dari pandangan saya pribadi.
Kompasianer Hebat Sendiri
Saya memperhatikan kecenderungan ini terjadi belakangan. Mudah-mudahan saja saya salah! Â Saya melihat sejumlah kompasianer yang ngebut menulis. Mereka menulis dan menulis lagi, rajin sekali. Mungkin memiliki target tertentu dalam sebulan, entah berapa judul yang ingin dihasilkannya.
Sebenarnya, menurut saya, hal ini sama sekali tidak keliru. Saya pun berusaha agar bisa menulis secara kontinyu, kendati kenyataannya saya tidak selalu bisa mewujudkan satu tulisan setiap hari. Banyak hari-hari saya yang bolong-bolong dari kegiatan menulis di kompasiana, beralih pada kegiatan lain yang butuh perhatian juga. Termasuk di dalamnya ada kebutuhan untuk jeda sekali waktu dari kegiatan tulis-menulis.
Jeda atau penghentian sementara waktu menulis antara lain saya maksudkan untuk memberikan waktu yang sedikit lebih panjang untuk memikirkan topik apa yang hendak saya tulis, lalu menggali bahan untuk topik itu lebih dalam, melakukan proses pengendapan, Â sebelum menuliskannya.
Kadang-kadang berhasil, tapi lebih sering upaya jeda untuk sesuatu yang lebih bernilai ini menjadi sia-sia, karena belum tentu menemukan apa yang saya cari. Tetap saja apa yang saya tulis setelah jeda kualitasnya begitu-begitu saja, tak ada peningkatan yang berarti.
Para sahabat yang rajin menulis artikel demi artikel tentu ingin unjuk kemampuan bahwa "saya bisa" atau "saya mampu" mencapai target. Misalnya, dalam sehari satu, dua artikel bahkan lebih yang berhasil ditulis dan dipublikasikan di sini. Saya tentu saja bisa belajar banyak dari keaktifan dan ketekunan para sahabat seperti itu; suatu pelajaran berharga yang belum mampu saya ikuti kendati saya tahu hal itu sangat baik untuk dilakukan.
Saking giatnya menulis, terkadang ada saja yang lupa bahwa ada "tetangga" di kiri-kanan atau depan-belakang rumah. Ia lebih memilih bertekun berkarya, emoh say hello dengan para tetangga itu. "Apa peduliku, apa manfaatnya?," mungkin demikian yang terpikirkan olehnya.
"Yang penting saya bisa menulis di sini dengan sebanyak-banyaknya sesuai dengan target. Apakah ada yang mau mengunjungi atau tidak, ya terserah. Sebaliknya, tak boleh ada yang mengharuskan saya begini-begitu, termasuk wajib berkunjung ke lapak kompasianer lain," barangkali begitu terpikirkan.