Adakah kita kenal pemimpin yang enggan belajar, pemimpin yang malas meningkatkan kulitas diri? Atau, pemimpin yang emoh membaca buku? Jika ada pemimpin demikian, di level manapun dia, dapat dipastikan ia tak akan bisa menjadi pemimpin yang efektif. Kendatipun ia masih terus memimpin, itu mungkin bukan karena kualitas diri, melainkan karena keturunan atau warisan!
Pemimpin masa kini dan masa depan adalah pemimpin yang ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Kualitas SDM-lah yang menentukan apakah ia pantas menjadi pemimpin atau tidak; apakah ia masih tetap di kursi kepemimpinan atau saatnya harus turun?
Pemimpin Itu Pembelajar
Untuk bisa terus memimpin, maka pemimpin harus terus belajar. Tak hanya belajar ketika berniat menjadi pemimpin. Selama menduduki kursi kepemimpinan pun ia mesti belajar dan belajar. Pemimpin adalah seorang pembelajar sejati.
Berikut ini adalah sejumlah hal yang bisa dilakukan sebagai bukti bahwa sang pemimpin adalah seorang pembelajar sejati. Yang pertama menyangkut tataran praktis dan yang kedua yang berkaitan dengan sikap mental yang mesti ada. Kedua aspek ini berjalan beriringan dan saling melengkapi. Mari kita bahas satu per satu.
Praktik Pemimpin Pembelajar
Pemimpin sebagai pembelajar sejati dalam tataran praktis pada umumnya melakukan hal-hal berikut ini dalam kesehariannya.
Pertama, membaca secara berkelanjutan. Dia menyadari bahwa dirinya perlu terus meningkatkan pengetahuan. Ia paham benar ungkapan Latin "scientia potentia est" atau "pengetahuan adalah kekuatan" seperti dicetuskan Sir Francis Bacon itu.
Dengan belajar secara terus-menerus, maka dia bisa meningkatkan pengetahuannya. Ia tak ingin ketinggalan pengetahuan. Dia paham bahwa pengetahuan itu selalu berkembang sebagaimana perkembangan teknologi.
Kedua, menjadi pendengar yang baik. Ya, benar. Ia paham filosofi mendengar itu adalah salah satu keterampilan pemimpin. Dengan menjadi pendengar yang baik, maka ia akan mendapatkan tambahan pengetahuan dari orang lain. Ia memegang prinsip bahwa setiap orang pasti memiliki sesuatu yang diketahuinya, yang belum tentu diketahui oleh si pemimpin itu. Oleh karena itu dia bersedia belajar dari siapa saja.
Ketiga, belajar dari lingkungan. Lingkungan sekitar juga menjadi wahana belajar. Ia belajar dari pesan-pesan implisit dari alam semesta. Ia bisa belajar dari gunung, belajar dari laut, belajar dari binatang, belajar dari segala macam hal yang bisa dijadikannya "guru" kehidupan sehingga menjadikannya semakin bijak.