Bung Karno lahir 6 Juni. Pak Harto lahir 8 Juni. Walau pun berbeda tahun, tapi tanggalnya berdekatan. Jika  ditelisik di primbon, mungkin ada beberapa persamaan kepribadian kedua pemimpin bangsa Indonesia ini atau malah berbeda sama sekali?
Nah, mumpung hari ini, 8 Juni, Â adalah hari kelahiran Pak Harto, saya akan meresensi salah satu buku tentangnya yang berjudul "Pak Harto, The Untold Stories, terbitan Gramedia, cetakan keempat Mei 2013. Buku yang sempat menjadi national bestseller ini ditulis 5 orang, yakni Mahpudi, Bakarudin, Dwitri Waluyo, Donna Sita Indria, dan Anita Dewi Ambarsari.
Sebelum itu, ijinkan saya mengisahkan bagaimana saya mendapatkan buku setebal 636 halaman ini. Pada Juni 2013, saya mendapatkan voucher pembelian buku dari Kompas-Gramedia senilai satu juta rupiah gara-gara memenangi  lomba meresensi buku. Dari voucher sebesar tersebut saya bisa mendapatkan 12 judul buku. Salah satu yang saya beli adalah buku yang saya perkenalkan kali ini.
Apa Kata Jusuf Kalla dan Mahathir?
Dalam Kata Pengantar buku ini, H.M. Jusuf Kalla antara lain mengatakan, "Mengenai Pak Harto, hal yang saya lihat paling menonjol dari dirinya adalah kemampuannya membangun dan mengangkat harkat rakyat kecil, karismanya yang melampaui teritori negara yang dipimpinnya, serta kepemimpinannya."
"Kepemimpinan yang kuat itu antara lain dibuktikan Pak Harto melalui kemampuan beliau mengemudikan bangsa ini selama 31 tahun. Itu sungguh hal yang tidak mudah dilakukan. Karisma Pak Harto, seperti juga Bung Karno, telah menempatkan Republik Indonesia pada level yang tidak dapat lagi diperlakukan semena-mena oleh bangsa lain."
"Mungkin sepuluh tahun yang lalu banyak orang yang marah kepada Pak Harto. Tetapi, sekarang orang mulai mengingat sejarah keberhasilan, juga kualitas kepemimpinan dan kelebihan-kelebihan lainnya dari Pak Harto. Pak Harto adalah Presiden RI yang selama beberapa dekade pemerintahannya dipandang sebagai big brother oleh para pemimpin negara lainnya, terutama di ASEAN dan sekitarnya," tulis Jusuf Kalla.
Tak kurang dari seorang Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Bin Mohamad, turut menulis tentang Pak Harto di dalam buku ini. "Pak Harto adalah pemimpin yang memahami begitu banyak masalah sehingga beliau bisa mengatasinya untuk kemudian membangun negara Indonesia dengan baik. Memang ada yang berpendapat bahwa pemerintahan Pak Harto keras, tapi kami tidak melihatnya seperti itu, karena tidak mungkin suatu pemerintahan tidak berlaku tegas, dengan membiarkan sama sekali munculnya masalah-masalah."
"Banyak negara yang merdeka pada waktu yang bersamaan, sampai sekarang tidak mengalami kemajuan apa-apa karena adanya civil war, perang saudara. Namun, Pak Harto dapat mengawal sehingga Indonesia bisa menjadi negara yang jaya," tulis Mahathir.
Mahathir melihat kejatuhan Pak Harto pada tahun 1998 itu memang sengaja dirancang. "Saya berkesimpulan bahwa badai perekonomian yang melanda Asia Tenggara pada tahun 1989 itu memang dirancang untuk menjatuhkan pemerintahan Pak Harto. Seharusnya, Pak Harto yang telah memerintah dengan bijak dan berhasil membawa kemajuan bagi Indonesia dan ASEAN, tidak pantas mendapat perlakukan seperti itu."