Bagi sahabat yang tinggal di Bali, mengawali Hari Raya Nyepi, tentu akan dapat menyaksikan ogoh-ogoh yang dipentaskan di sepanjang jalan.Â
Ogoh-ogoh itu merupakan simbolisasi dari makhluk raksasa dari alam lain yang acap membuat keresahan di atas bumi. Dipentaskan pada H-1 Nyepi saat upacara Pengrupukan Tawur Kesanga.
Kemeriahan Menjelang Nyepi
Makhluk dari alam lain itu menebar banyak hal negatif. Simbolisasi dari makhluk itulah dengan berbagai bentuk itulah yang diarak keliling, untuk kemudian setelah arak-arakan selesai, dibakar di sebuah tempat lapang terdekat.
Makna simbolis pembakaran ini adalah agar "bhutakala" kembali ke asalnya (somia- Bahasa Bali) dan tidak mengganggu kehidupan manusia.
H-1 Hari Raya Nyepi, saat arak-arakan itu diadakan, seluruh wilayah jadi meriah. Suara lom-loman (semacam meriam dari bambu) bertentuman, sahut-menyahut. Sementara itu, ogoh-ogoh mulai dipentaskan menjelang petang.
Generasi muda dengan penuh gairah mempersiapkan diri mengusung ogoh-ogoh dan mengaraknya keliling desa. Para penonton terkagum-kagum menyaksikan hasil karya kawula muda yang pintar mengekspresikan ide-ide kreatif dan orisinal mereka ke dalam bentuk makhluk raksasa itu. Tak terkecuali, para turis dari berbagai negeri pun ikut terpana  menonton momen yang belum tentu akan bisa mereka tonton lagi .
Begitulah gambaran menjelang dan saat pementasan ogoh-ogoh berlangsung. Semuanya tumpah-ruah terlibat.
Ada yang sekadar menjadi penonton, ada pula yang aktif mengambil bagian dalam kegiatan itu dari awal hingga akhir. Bali menjadi wilayah yang sangat semarak. Tamu asing seringkali berkunjung ke Bali menjelang Nyepi agar bisa melihat arak-arakan ini.
Tahun Ini Tak Diarak Lagi
Akan tetapi, tahun ini, ogoh-ogoh tak dipentaskan lagi. Padahal, masyarakat, teristimewa generasi muda daerah ini, sudah jauh-jauh hari mempersiapkan dan membuat ogoh-ogoh.