Lalu, saya jawab sekenanya.
"Mungkin ia punya kepentingan yang sangat mendesak. Barangkali dia ada urusan yang genting. Misalnya, keluarganya sakit atau lainnya," kata saya.
"Kita mungkin juga akan seperti itu jika dihadapkan pada keadaan gawat atau darurat," tambah saya.
"Segenting apa pun, dia mestinya berhati-hati di jalan. Kalau kelakuannya seperti itu, bisa membahayakan dirinya sendiri dan orang lain," jawab Pak Ade. Saya kembali tersenyum.
"Yaa... begitulah keadaannya di jalan raya, Pak Ade. Kitanya yang mesti sabar," kata saya.
Teman saya ini akhirnya ikut tersenyum mendengar respons saya yang datar, dan saya yakin ia pasti tak puas dengan jawaban yang saya berikan.
Diperlukan Kesabaran Lebih
Bukan sekali dua kali hal-hal semacam itu kita temui di jalan dengan beragam bentuknya. Terkadang perilaku itu menjadi penyebab kecelakaan.
Perlukah kita mencaci mereka? Saya lebih memilih mengendalikan diri ketika melihat atau tersangkut peristiwa semacam itu di jalan.
Dalam beberapa kejadian, kesabaran memang tidak cukup di tingkat moderat, bahkan kita dituntut lebih sabar lagi. Lalu, mencoba berpikir positif tentang peristiwa yang sedang kita hadapi.
Sering kali kita tak bisa mengubah orang lain seperti yang kita harapkan. Kalaupun diberitahu, orang bisa balik menyalahkan kita, bahkan mungkin menantang berkelahi.Â
Satu-satunya yang pasti bisa kita lakukan adalah dengan menyesuaikan respons kita terhadap peristiwa atau kejadian yang kita lihat atau alami. Mungkin kita harus sedikit mengalah.