Sahabat kompasiana, apa kabar? Kali ini saya ingin mengajak sahabat berbincang sedikit tentang dunia manajemen, terutama yang berkaitan dengan tugas utama manajer, yaitu mendelegasikan -- sebagai delegator.
Kita akan mulai perbincangan ini dengan sebuah ilustrasi dengan menghadirkan dua orang manajer dengan kemampuan manajerial yang berbeda. Dari ilustrasi itu kita akan melihat betapa urgennya tugas pendelegasian itu. Mari kita mulai.
Kisah Edo dan Denok
Kedua-duanya sarjana dari universitas yang sama dan ternama. Mulai menerima pengangkatan sebagai karyawan pun bersamaan. Mereka berdua, Edo dan Denok ---bukan nama sebenarnya, adalah pekerja keras dan sangat cerdas. Setiap tugas yang diberikan oleh atasannya selalu ditangani dengan baik dan tepat waktu. Â Mereka benar-benar dapat diandalkan sehingga sering mendapatkan pujian dari atasan dan karyawan lain.
Tiga tahun kemudian, lantaran prestasi kerja yang bagus sebagai karyawan, mereka berdua dipromosikan oleh pimpinan perusahaan untuk menduduki jabatan manajer level terbawah. Masing-masing dari mereka harus memanajemeni tugas pokok yang berbeda. Yang satu mengurus infrastruktur jaringan teknologi, yang lain mengurus keamanan jaringan.
Empat tahun kemudian, Edo mendapatkan promosi menjadi manajer level menengah. Ia dipercaya memimpin tiga orang manajer level terbawah. Pekerjaan yang membanggakan sekaligus menantang kemampuan terbaiknya.
Bagaimana dengan si Denok? Ia masih harus berkutat di level manajer level terbawah seperti dulu. Mengapa demikian? Analisis terhadap kemampuan personal keduanya menunjukkan nilai yang relatif sama. Namun, kelebihan Edo ada pada kemampuan manajerial yang lebih baik dengan kemampuan mendelegasikan tugas-tugas kepada para stafnya yang berjumlah lima orang.
Edo mengerjakan tugas-tugas yang diberikan atasan dengan melibatkan seluruh staf: memberikan masing-masing dari mereka tugas dan tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas-tugas tersebut.Â
Sementara itu, Denok memilih menangani sendiri pekerjaannya, hanya sesekali saja meminta bantuan staf. Denok pulang dari kantor selalu membawa pekerjaan untuk dikerjakan di rumah, sedangkan Edo tidak demikian. Edo membagi habis semua tugas yang menjadi tanggung jawabnya kepada seluruh staf.
Edo memiliki lebih banyak waktu untuk berpikir, merencanakan, dan mengkoordinasikan semua tugas. Ia pun selalu siap menerima tugas baru. Ia sama sekali tidak memiliki pekerjaan yang menumpuk yang mesti dikerjakan. Ketika dia mendapat tugas ke luar untuk satu atau dua  hari, proses penanganan pekerjaan yang menjadi tugasnya berjalan seperti biasa, tanpa hambatan.
Sementara itu, si Denok selalu merasa kehabisan waktu untuk membereskan semua tugas-tugasnya. Ia enggan menyerahkan seabreg tugas itu kepada bawahannya. Mengapa? Ia tidak berani menyerahkan pengerjaan tugas-tugas itu, karena khawatir hasilnya tidak sebagus apabila dia kerjakan sendiri. Ia juga takut kalau pekerjaan itu tidak selesai tepat waktu. Â Ia bertindak persis seperti pengayuh becak, mengayuh dan memborong beban sendiri!