Di sekolah dan perguruan  tinggi jarang sekali bahkan mungkin tidak pernah kita mendapatkan pelajaran bagaimana menjadi pendengar yang baik. Ilmu mendengar tak diajarkan.Â
Yang diajarkan adalah ilmu membaca, menulis, dan berpidato (public speaking). Padahal, ilmu mendengar itu merupakan salah satu syarat dasar komunikasi yang efektif, sekaligus sebagai upaya pengembangan diri.
Fokus Menjadi Pembicara yang Hebat
Karena tak diajarkan di sekolah atau di kampus sebagai bagian dari mata pelajaran, bukanlah mustahil banyak orang jadi tidak peduli akan betapa pentingnya mendengar. Orang lebih fokus kepada bagaimana menjadi pembicara yang hebat di depan publik, bukan bagaimana menjadi pendengar yang baik. Hal ini terbukti dengan banyaknya bermunculan pelatihan public speaking atau kursus berbicara di depan umum, yang tak pernah sepi peminat.
Banyak orang kurang peduli bagaimana seyogianya menjadi pendengar yang baik. Alhasil, seperti sering kita lihat di televisi dan di dunia nyata, orang tak hendak mau mendengar, melainkan hanya mau didengar.
Lihat saja, misalnya, di acara ILC di sebuah stasiun televisi swasta Indonesia. Pada satu-dua episode lalu, kita menyaksikan tokoh yang tampil tak mau mendengar lawan bicaranya. Ia hanya mau didengarkan. Hasilnya, mereka pun berdebat kusir. Â Mereka berebut berbicara!
Contoh-contoh seperti itu tentu tidak elok dilihat pemirsa. Orang yang sekapasitas seperti itu rupanya masih kurang memiliki "nose of hearing." Semacam kepekaan hati untuk bersedia mendengar secara sungguh-sungguh dan tulus. Â Publik pemirsa belajar apa dari debat semacam itu? Hanya bisa mengelus dada.
Penulis Inggris, Sir Arthur Helps, ternyata benar, "Dibutuhkan orang besar untuk menjadi pendengar yang baik."
Menjadi Pendengar yang Baik dan Manfaatnya
Kalau saja kita melatih dan membiasakan diri menjadi pendengar yang baik, saya yakin akan banyak sekali manfaat yang bisa kita petik. Inilah beberapa diantaranya.
Pertama, dengan lebih banyak mendengar kita akan mendapatkan tambahan pengetahuan atau wawasan dari orang lain. Selalu harus diingat, setiap orang pasti memiliki kelebihan dalam hal tertentu, di samping kekurangnya. Di situlah tempat kita belajar.
Kedua, dengan menjadi pendengar yang baik kita bisa mengetahui orang lain lebih dalam. Mendengar adalah jalan lapang untuk lebih mengenal orang lain secara lebih mendalam. Dengan memahami psikologis orang lain dengan lebih baik, tentu kita akan lebih mengerti mengapa seseorang bersikap dan berperilaku ini atau itu.
Ketiga, dengan menjadi pendengar yang baik kita akan lebih menghargai orang lain. Orang yang kita ajak bicara pun akan merasa mendapat perhatian dan dihargai.Â
Berikan kesempatan kepada lawan bicara kita menuturkan pendapatnya tentang sesuatu atau tentang dirinya sendiri. Dengan demikian kita sudah menghargainya walalupun tanpa kita ucapkan dengan kata-kata. Si pembicara tentu akan merasa diperhatikan.
Penulis Britania Raya, Â Agatha Christie, mengatakan bahwa "an appreciative listener is always stimulating." Â Pendengar apresiatif selalu menggairahkan.
Keempat, dasar dari komunikasi dalam jalinan persahabatan adalah saling mendengarkan. Maka, jadilah pendengar yang baik dengan lebih banyak mengajukan pertanyaan. Â Frank Tyger, kartunis dari Amerika Serikat, pernah mengatakan: "Jadilah pendengar yang baik. Telingamu tidak pernah menjerumuskanmu dalam masalah."
(I Ketut Suweca, 27 Februari 2020).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H