Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Pensiunan, Habis Manis Sepah Dibuang?

9 November 2019   16:03 Diperbarui: 9 November 2019   16:17 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tulisan Warman di dalam "Surat Kepada Redaksi" Harian Kompas, Kamis, 7 November 2019, sangat menarik dibaca dan membuat saya tercenung. Betapa tidak! Pak Warman yang beralamat di Jakarta ini mengeluhkan tentang besaran pensiunan yang jauh di bawah UMP Provinsi DKI Jakarta sekaligus membandingkan dengan pensiunan yang diterima DPR.

Kasus Warman
Begini isi surat beliau. "Sungguh bahagia para wakil rakyat di DPR yang berakhir tugasnya baru-baru ini. Bertugas satu periode (5 tahun saja) dapat tunjangan pensiun Rp. 3,2  juta per bulan dan yang dua periode Rp. 3,8 juta per bulan.

Bandingkan dengan saya yang menjadi PNS lebih dari 20 tahun. Saya pensiun 19 tahun lalu sebagai PNS golongan IV, tinggal di Jakarta, "ngenger" di rumah anak. Tunjangan pensiun saya tidak lebih dari 60% UMP DKI Jakarta, bahkan sebentar lagi kurang dari 50% UMP DKI.

Tingkat kemiskinan Indonesia sekarang sudah satu digit. Namun, saya pikir sebentar lagi akan naik karena banyak pensiunan akan jatuh dalam golongan miskin.

Kami merasa sebagai bagian dari barisan "habis manis sepah dibuang", pemerintahan dan presiden silih berganti, demikian juga para "wakil rakyat" di DPR. Namun, nasib kami tetap saja saja tidak berubah, bahkan rentan masuk golongan masyarakat berpenghasilan sangat rendah.

Mohon para wakil rakyat dan pemerintah mempertimbangkan masalah ini. Perbaikilah UU dan PP agar menjadi peduli kami."

Saya mohon maaf kalau mengangkat seluruh isi surat Bapak Warman itu dengan maksud agar pemahaman kita terhadap masalah yang dihadapinya menjadi jelas dan komplit.

Pinjam di Koperasi, Tak Mampu Mencicil
Apa yang dialami oleh Pak Warman, mungkin juga dirasakan oleh banyak pensiunan lainnya. 

Sebagai salah satu contoh, saya mempunyai seorang sahabat yang sudah terlanjur memiliki utang di koperasi. Uang pinjaman itu dipergunakan untuk menyekolahkan dua anaknya di perguruan tinggi. Sampai pensiun pun utangnya terbawa-bawa. 

Sebagai pensiunan dengan pendapatan sangat terbatas, bertahun-tahun beliau tak mampu membayar cicilan utang, sehingga kerapkali  didatangi oleh pengurus koperasi dan mendapatkan teguran. 

Alhasil, utang beliau akhirnya semakin menumpuk lantaran terkena bunga yang berbunga. Seringkali utangnya harus diperpanjang dari 3 tahun, misalnya, menjadi 5 tahun, dari 5 tahun menjadi 7 tahun, demikian seterusnya sehingga beliau bisa mencicil, minimal bunganya.

Ada banyak pensiunan PNS yang harus berjuang keras menghidupi diri dan keluarganya padahal usianya sudah uzur dan mulai sakit-sakitan. Benarlah seperti yang dikatakan Pak Warman, pensiunan PNS kerap menjadi bagian dari warga miskin. Hanya mereka tidak mengeluh, tetapi memilih bergulat untuk mendapatkan penghasilan dengan kondisi yang tak lagi prima untuk melanjutkan sisa hidup.

Jika diteliti lebih jauh, mungkin jauh lebih banyak pensiunan yang mengalami kesulitan dalam hidupnya karena masalah pendapatan yang sangat kecil ini. Di sekitar pembaca mungkin juga ada.

Beberapa Saran
Oleh karena itu, ada baiknya memang pemerintah mengkaji ulang aturan mengenai pensiunan ini sehingga di masa depan pensiunan bisa hidup lebih baik dari uang pensiunan yang diterimanya dan tidak terpuruk menjadi warga yang berada di bawah garis kemiskinan.

Ada baiknya juga para PNS yang usianya relatif lebih muda dan masih jauh dari waktunya pensiun, sudah mempersiapkan tabungan pensiun atau investasi lainnya. Misalnya dengan "memaksa" diri menyisihkan sebagian kecil dari penghasilan untuk ditabung atau diinvestasikan. Dengan demikian, saat usia pensiun tiba, mereka bisa relatif aman dari masalah keuangan.

Tak ada salahnya juga para calon pensiunan--yang kurang lebih 5 sampai 3 tahun menjelang pensiun, mempersiapkan aktivitas dan usaha-usaha tertentu yang bisa menopang biaya hidupnya sendiri dan keluarga yang mungkin masih harus ditanggung, sekaligus untuk selalu giat beraktivitas agar semangat hidup tetap terjaga.

(I Ketut Suweca, 9 November 2019).   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun