Hari itu saya mengajar di kelas komunikasi untuk pertama kalinya. Maklum, baru awal semester. Mahasiswa yang jumlahnya tak kurang dari 25 orang dalam satu kelas sedang mengikuti perkuliahan sebelumnya.
Saya yang baru saja datang, untuk sementara menunggu di luar. Tidak lebih dari 5 menit menunggu, dosen sebelumnya ke luar kelas. Dekat pintu keluar, kami sempat berbincang-bincang singkat dengannya dan berpisah. Â
"Selamat pagi," sapa saya seraya memasuki ruang kelas. Mereka kompak membalas dengan "selamat pagi" juga. Lalu, saya membuka laptop untuk disambungkan dengan LCD sehingga paparan di power point segera tampak di layar. Saya pun memulai tugas mentransfer pengetahuan untuk generasi penerus.
Larangan Bermain HP
Sebagian mahasiswa sudah bekerja, sebagian lagi belum lama lulus dari SMA. Sebelum masuk ke materi perkuliahan saya mengajak mahasiswa untuk menyepakati dan menaati tiga hal, yakni, pertama, hendaknya rajin kuliah.Â
Kedua, tidak bermain HP tatkala sedang mengikuti perkuliahan, kecuali ada yang menggunakan HP/tablet untuk mencatat. Ketiga, saat Ujian Tengah Semester (UTS) dan Ujian Akhir Semester (UAS), hindari menjawab pertanyaan dengan cara searching di google dan sejenisnya.
"Saya sangat menghargai pendapat dan kemampuan Saudara sendiri saat menjawab pertanyaan ujian," kata saya sambil mengatakan bahwa jika menggunakan informasi dari internet untuk menjawab soal, itu jalan yang sangat mudah, tapi tak bermanfaat. Saya katakan lagi, "Saudara tak akan dapat menyerap kedalamannya, jadi tidak belajar secara sungguh-sungguh. Kalau menggunakan internet saat menjawab soal, berarti Saudara hanya ingin mendapat nilai tanpa merasa harus belajar sebelumnya. Ini tak berguna bagi Saudara. Yang penting dalam perkuliahan adalah kemampuan menyerap atau menginternalisasi ilmu ke dalam diri."
Test Menghafal Pancasila
Mereka sepakat dan siap mematuhi kesepakatan itu. Kami pun bersiap masuk ke materi pembelajaran. Mata kuliah yang saya ampu adalah Pendidikan Pancasila, di semester satu. "Pertama-tama saya ingin mengetahui apakah Saudara-saudara hafal dengan teks Pancasila? Saya minta ada tiga orang yang bersedia ke depan, satu per-satu.Â
Mereka pun ke depan. Yang berbicara pertama benar-benar hafal Pancasila, teksnya maupun urut-urutannya. Kami semua tepuk tangan. Penghafal kedua juga fasih dan mengucapkan dengan suara lantang. Â Kembali kami bertepuk tangan. Lalu, yang ketiga pun hafal, tak kalah dengan dua teman sebelumnya. Tapi, terpaksa ditunda tepuk tangannya karena cara berdirinya kurang tegap.
"Yang tegap ya Dik berdirinya, dan menatap ke depan. Ucapkan dengan penuh semangat," kata saya seraya meminta dia mengulang. Ia pun mengatakan "siap" lalu memulai menghafalkan Pancasila dari sila pertama sampai sila kelima dengan sangat bagus. Dan, semuanya bertepuk tangan dengan keras.