Saya beberapa kali mengikuti tayangan Mario Teguh di sebuah televisi nasional. Setiap kali hadir selalu saja ada “sesuatu” yang bisa saya pelajari darinya. Tuturnya yang luwes, rasional, interaktif, dan penuh semangat sekaligus lembut, membawa hadirin yang hadir dan pemirsa asyik-masyuk mengikuti paparannya. Beruntung, saya mendapatkan sebuah buku Mario Teguh yang berjudul “ Life Changer: Menjadi Pengubah Hidup. Buku ini diterbitkan Mario Teguh Publising House, Jakarta, cetakan pertama tahun 2009. Sudah lama juga ya buku ini beredar, tapi saya belum lama melihat dan memboyongnya dari toko buku.
Melalui buku dengan hard cover putih yang bergambarkan foto sang motivator, Mario Teguh merangkai gagasannya sedemikian indah. Di dalam buku berketebalan 210 halaman ini, pria ini bertutur tentang banyak hal, di antaranya tentang konsep hidup bahagia, bagaimana menjadi pribadi yang kembali polos, menjadi pendengar yang baik, menjauhkan kekhawatiran akan hal-hal kecil, menjadikan hidup luar biasa, dan membina keluarga yang penuh cinta kasih.
Pada intinya pria yang selalu tampil necis ini mengajak pembaca untuk menjadi pengubah hidup. “Jadilah pengubah hidup Anda sendiri,” tegasnya. Dan, katanya lanjut, Anda dapat mengubah hidup Anda dengan mengubah yang Anda kerjakan. Anda dapat meningkatkan kulitas hidup Anda dengan meningkatkan kualitas cara-cara Anda. “Tetapi memang mengherankan, ada orang yang selalu menginginkan yang baru, tetapi justru menjadi yang pertama menolak untuk memperbaharui dirinya sendiri atau pekerjaannya. Padahal, pekerjaan adalah sarana pembaikan hidup bagi diri dan keluarga,” tulisnya.
Ketika berkabar tentang kebahagiaan, Mario Teguh menulis: ”Kebahagiaan adalah hak. Seperti semua hak, kitalah yang diharapkan datang menjemputnya. Dan, waktu terbaik untuk berbahagia adalah sekarang. Tempat terbaik untuk berbahagia adalah di sini, dan cara terbaik untuk berbahagia adalah membahagiakan orang lain.”
Dikatakannya: “Tujuan hidup kita bukanlah untuk menjadi bahagia. Tujuan hidup kita adalah untuk menjadi penyebab bagi kebahagiaan bagi diri sendiri dan bagi sebanyak mungkin orang lain. Orang yang hidup hanya untuk dirinya sendiri lebih mudah merasa sedih dan tidak berguna.”
Dan, inilah nasihatnya tentang kebijakan dalam berbicara dan mendengar: “Bertentangan dengan kecenderungan umum untuk mendahulukan berbicara karena khawatir diri ini tidak terdengar, maka biasakanlah diri ini untuk menahan bicara, dan kemudian mendengar. Karena, jika berbicara, kita hanya bisa mengatakan yang sudah kita ketahui. Tetapi, jika kita mendengarkan, kita bisa mendengar yang belum kita ketahui.” Dengan huruf tebal, sang motivator menulis: “Berbicara adalah wilayah kepandaian, sedangkan mendengar adalah wilayah kebijakan.”
Berbeda dengan buku motivasi pada umumnya, buku ini ditulis dengan font yang relatif besar. Beberapa kalimat penting dibuat dalam cetak tebal. Penasaran? Silakan mendapatkan dan menikmatinya dengan penuh perhatian. Semoga buku ini bermanfaat bagi pertumbuhan kepribadian penikmatnya.
( I Ketut Suweca , 30 Juni 2013).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H