Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Chairul Tanjung: Bagi Saya, Ibu adalah Segalanya

9 September 2012   00:29 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:44 9330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melihat buku Chairul Tanjung Si Anak Singkong, saya tiba-tiba teringat dengan buku sejenis. Buku yang saya maksud adalah Syukur Tiada Akhir yang mengisahkan perjalanan hidup Jakob Oetama. Kedua buku yang bergenre biografi itu memiliki warna kulit dan layout yang hampir sama. Kebetulan saja kedua buku itu saya miliki. Tampilan kedua buku ini terlihat mirip. Jakob Oetama yang dituliskan biografinya di buku Syukur Tiada Akhir, dalam buku tentang Chairul Tanjung ini bertindak sebagai pemberi Kata Pengantar: mengantarkan kisah tentang Si Anak Singkong yang hidup miskin pada awalnya tapi pada akhirnya menjadi seorang entrepreneur sukses setelah melewati perjuangan yang panjang.

Kuliah Sambil Bisnis

Melalui 40 puluh subjudul, dipaparkan secara kronologis kehidupan sang tokoh. Membaca kisah di dalam buku ber-cover kuning-kecoklatan ini bagai menonton film kehidupan yang sangat menarik. Dikisahkan, pria yang bertubuh tinggi besar ini lahir pada tanggal 18 juni 1962 di Gang Sepur II dan dibesarkan di Gang Sepur IV Kemayoran, Jakarta. Terlahir bukan dari keluarga berada, membawanya pada hidup yang penuh tantangan dan perjuangan. Ketika mahasiswa, ia sudah mulai berbisnis yang dimulai dari bisnis fotocopy yang pada awalnya hanya untuk membantu sahabatnya menggandakan materi kuliah dan berlanjut dengan berbisnis peralatan kedokteran. Talenta bisnisnya demikian kuat yang kemudian -- dengan disertai kerja keras, kerja tuntas, kejujuran, komitmen -- membawanya menjadi salah seorang pengusaha papan atas di negeri ini.

Dia beruntung mempunyai orang tua yang peduli sekali dengan pendidikan anak-anaknya. Sebagaimana dikisahkan di dalam buku ini, bahwa betapa penting artinya pendidikan bagi kemajuan seseorang atau bangsa. Orang tua Chairul Tanjung mempunyai prinsip: "Agar bisa keluar dari kemiskinan, pendidikan merupakan langkah yang harus ditempuh dengan segala daya upaya." Apa pun akan dilakukan orang tuanya demi pendidikan formal anak-anaknya sebagai bekal utama kesuksesan kehidupan di masa datang." (hal. 5).

Dengan berbekal prinsip pentingnya pendidikan itulah, akhirnya membawa Chairul Tanjung kuliah di Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Indonesia, sebuah fakultas yang, konon, pada saat itu tidak termasuk fakultas favorit. Tapi, mulai dari situ, Chairul Tanjung, di samping mulai menekuni ilmu, aktif di kampus, juga berlatih berbisnis.

Naik Haji Bersama Sang Bunda

Ada satu tahapan kehidupan yang sangat menarik terkait tentang kecintaannya kepada sang bunda. Dikisahkan, suatu kali dia mengantarkan dan bersama ibunya pergi naik haji. Di dalam perjalanan dari Madinah ke Mekah, K.H. Zainuddin MZ, yang dikenal dengan sebutan "Kyai Sejuta Umat" itu, berkisah di hadapan para penumpang yang ikut dalam satu bus. Dia bertutur tentang kemuliaan hati seorang ibu. Saya petikkan kisah Sang Kyai persis seperti dituturkan di dalam buku ini (hal. 164).

"Suatu waktu Nabi Muhammad ditanya oleh sahabatnya. Ya, Rasullulah... adakah orang yang paling disayangi Allah SWT selain Engkau? Jawab Nabi: Ada, yaitu Salman al-Farisi. Lalu, sahabatnya bertanya kembali: Kenapa, ya, Rasul dia begitu disayang Allah? Kemudian Nabi bercerita bahwa Salman al-Farisi adalah orang yang berasal dari keluarga miskin, sementara ibunya ingin naik haji, tetapi untuk berjalan pun dia tidak bisa. Demikian juga uang untuk pergi ke Tanah Suci tidak punya. Salman al-Farisi begitu bingung menghadapi kondisi itu. Namun akhirnya, Salman al-Farisi memutuskan untuk mengantar ibunya naik haji dengan cara menggendong ibunya dari suatu tempat yang sangat jauh dari Mekkah. Diperlukan waktu berhari-hari untuk melaksanakan perjalanan itu sehingga tanpa terasa punggung Salman al-Farisi sampai terkelupas kulitnya."

Cerita KH Zainuddin MZ tersebut demikian berkesan dalam hati Chairul Tanjung. Ia merasa apa yang dilakukannya, yaitu mengantarkan ibunya naik haji, identik dengan perjalanan Salman al-Farisi yang mengantarkan bundanya naik haji. Dengan rendah hati, Chairil Tanjung mengatakan bahwa apa yang dicapainya merupakan berkah dan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa, dan kekuatan doa dari Sang Ibu luar biasa perannya terhadap kesuksesan yang diraihnya hingga detik ini.

Begitulah sedikit kisah perjalanan hidup dan kisah sukses Si Anak Singkong, Chairul Tanjung: dari seorang anak yang miskin menjadi the rising star. Anda penasaran ingin membaca buku bagus penuh inspirasi ini? Buku terbitan Penerbit Kompas ini berketebalan 348 halaman, disusun oleh Tjahja Gunawan Diredja. Terbit pertama kali pada bulan Juni 2012, dan sampai dengan bulan Juli 2012 sudah dicetak ulang untuk yang ketiga kalinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun