Seorang kanak pada mataku menjadi penyaksi
Atas takdir yang ditulis padanya
Tak ada kecewa berlebih
Tak ada tangis meraung
Meski berdiri diatas puing-puing derita tak bertepi
Ia tersenyum sambil berbisik " Ahad, Ahad"!
Oo syahadah cinta itu sudah terpampang
Seperti peta sebuah taman penuh bunga mawar
Hijau, merah penuh gempita di tengah awan  hitam menaung
Keteduhan tempat bersandar atas percaya
Sebuah bangunan jiwa yang telah tertanam sedari mula
Mulai disaksikan seluruh dunia yang menutup mata
Oo syahadah cinta tak perlu disebut untuk siapa
Jatuhnya airmata dan darah yang tertumpah
Sebab ia mengerti darimana bermula dan kemana menuju
Ia tersenyum ditengah kecamuk deru siksa
Semua hilang yang tersayang dari pandangan
Ia menemu kepastian, kekokohan dari pilar cinta
Yang tumbuh berkembang lebih besar dari sangka
Oo syahadah cinta para pecinta yang percaya
Hanya telunjuk kanan  yang menunjuk langit
Bahwa ia bernaung dibawah kuasa perlindungan iman
Bukan kepada manusia dan semesta yang tak punya daya
Ia rela seperti lautan yang menampung segala
Meredam segala perih untuk  menghasilkan madu
"Jangan kau hakimi berdasarkan mata
Pakailah cinta untuk melihat yang tersembunyi
Maka kau takkan kecewa dan menyesali
Akhir dari sebuah ceritamu memang milikmu
Namun bila cinta tak kau tahtakan ditempatnya
Kau tak pernah bisa mencecap manisnya syahadahmu"
Matanya berbicara manisnya itu, oh kelu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H