Mohon tunggu...
Ecik Wijaya
Ecik Wijaya Mohon Tunggu... Penulis - Seperti sehelai daun yang memilih rebah dengan rela

Pecinta puisi, penggiat hidup

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Kekerasan Terhadap Anak yang Makin Marak di Era Digital

28 September 2023   12:16 Diperbarui: 28 September 2023   12:22 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Ada bahasa seperti: "kono-kono, kene-kene" atau "nafsi-nafsi" yang sering kali  terdengar  di tengah masyarakat. Yang artinya secara jelas, hidup saya ya hidup saya, hidup kamu ya hidup kamu. Akhirnya peran untuk saling menjaga, saling menasihati, saling menghormati satu sama lain menjadi bias dalam bermasyarakat. Padahal peran masyarakat dalam tumbuh kembang anak, pada keselamatannya ada dalam perlindungan bersama. Apa pun yang terjadi di tengah masyarakat harusnya menjadi tanggungan bersama. Maka lingkungan masyarakat yang baik akan menghasilkan anggota masyarakat yang baik.

Arus kecepatan teknologi dalam era digital saat ini serba terbuka dan sukar dikendalikan, menjadi informasi yang gampang diterima oleh masyarakat baik oleh anak-anak sampai orang dewasa. Tentunya kasus-kasus kekerasan terhadap anak yang makin marak ini, pemerintah pun memiliki tanggung jawab dalam percepatan informasi yang sampai ke tengah masyarakat. Karena pelaku kekerasan terhadap anak makin meningkat dengan jumlah pelaku anak di bawah umur. Bisa dibayangkan bagaimana seorang anak menjadi pelaku kekerasan terhadap orang-orang dekatnya seperti teman sekolahnya? Di  mana mereka belajar cara-cara kekerasan?

Bukan tidak mungkin hal ini dipicu pula dari tayangan-tayangan yang tidak mendidik atau menjurus pada kekerasan merupakan salah satu pemicu terbesar saat ini. Akses penggunaan gawai saja, sampai anak balita pun dengan mudah membukanya. Artinya, cemaran atas konten-konten yang tidak dikendalikan sungguh berbahaya. Kasus kekerasan seksual yang tinggi bukan tidak mungkin karena imitasi anak terhadap tayangan konten atau iklan yang menampilkan kevulgaran.
Kasus terakhir, anak perempuan berusia 13 tahun dibunuh dengan brutal oleh tiga orang kakak kelasnya yang juga masih ingusan karena cinta ditolak, belum lagi yang terbaru seorang anak loncat dari lantai 4 sekolahnya yang diduga karena mengalami perundungan sesaat sebelum peristiwa itu terjadi. Tidakkah ini membuat kita dicekam kekhawatiran besar terhadap lingkungan anak yang tak terduga?

Selain itu, apa kabar pendidikan karakter yang masuk dalam kurikulum sekolah? Sudahkah menjadi tolak ukur karakter anak yang baik hanya dinilai dengan angka-angka semata? Saya banyak berharap pemerintah melihat dengan jelas apa yang sedang bergejolak di generasi sekarang. Sehingga mampu menindaklanjuti semua undang-undang perlindungan anak untuk benar-benar sampai pada masyarakat. Agar masyarakat benar-benar memahami bahwa perlindungan anak pun dalam pengawasan undang-undang yang memiliki konsekuensi hukum. Pemerintah harus menyadari tidak semua konten yang berbasis digital itu mengikuti aturan atau batasan sesuai undang-undang yang berlaku. Maka penertiban dan pengawasan terhadap konten-konten yang tidak sesuai umur atau berbahaya untuk perkembangan anak lebih diperhatikan lagi.

Keterkaitan peran orang tua dalam mendidik anak, peran lingkungan masyarakat terhadap situasi kondisi sosial anak bermasyarakat sangat besar. Jangan sampai anak kita, saudara kita, tetangga kita, kawan kita, menjadi korban atau pelaku dari tindak kekerasan. Pun kepedulian pemerintah terhadap tayangan konten-konten berbahaya maupun yang jauh dari norma dan aturan harusnya lebih ditertibkan dengan peraturan yang lebih ketat. Agar keamanan dan keselamatan tiap anak dalam masyarakatnya lebih terjamin. Masing-masing dari kita harus berupaya berperan sebagaimana mestinya baik dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan bermasyarakat. Agar kita tak terlalu resah dan ketakutan akan bahaya dari  kekerasan  ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun