Mohon tunggu...
Ecik Wijaya
Ecik Wijaya Mohon Tunggu... Penulis - Seperti sehelai daun yang memilih rebah dengan rela

Pecinta puisi, penggiat hidup

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Kekerasan Terhadap Anak yang Makin Marak di Era Digital

28 September 2023   12:16 Diperbarui: 28 September 2023   12:22 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Kekerasan Terhadap Anak Yang Makin Marak Di Era Digital

Beberapa tahun terakhir  ini, kita merasa miris karena hampir  tiap hari mendapati kabar kekerasan terhadap anak-anak. Menurut data sebuah media (mediasulsel.com) terdapat 9645 kasus selama bulan Januari hingga bulan Juni 2023 di seluruh penjuru negeri. Kasus ribuan semacam ini menjadi berita, belum lagi mungkin saja kasus ribuan lainnya tidak terungkap ke permukaan. Mirisnya, kekerasan seksual masih menjadi kasus tertinggi yang harus mendapatkan perhatian.

Kasus-kasus yang terjadi cenderung dilakukan oleh orang terdekat korban. Baik itu orang tua, saudara, kawan bahkan tetangga dekat dengan mudahnya melakukan kekerasan tersebut. Anehnya, masyarakat setempat sering kali serba terkejut mendadak. Situasi terlihat baik-baik saja atau tidak ada gejolak yang patut dicurigai.

Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat terhadap timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual dan penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum ( ). Kekerasan yang jarang ditampakkan oleh korban biasanya berupa kekerasan secara psikis baik berupa hinaan, cemoohan dan bahasa verbal atau sikap yang menunjukkannya secara langsung seperti perundungan yang sering terjadi belakangan ini.

Peran orang tua dalam menjaga anak untuk terhindar dari kekerasan orang lain membutuhkan daya besar menjadi bagian dalam proses tumbuh kembang anak dengan lebih intensif saat ini. Kekerasan pada anak bisa berupa kekerasan secara fisik, psikis, seksual, penelantaran, perdagangan anak atau eksploitasi anak. Pelaku kekerasan bisa melakukan perbuatannya secara individu maupun berkelompok, contoh perundungan secara verbal maupun fisik yang terjadi di sekolah yang secara sadar dilakukan dengan terstruktur atau berkelompok. Parahnya, terkadang banyak di antara kita meremehkan sebuah bentuk kekerasan dari dalam rumah sendiri.

Kecenderungan ini yang diabaikan orang tua bahwa seorang anak bisa jadi tidak terbebas dari bentuk-bentuk kekerasan meski berbentuk verbal dengan dalih mendidik anak. Sehingga kekerasan yang dialami anak bisa menjadi traumatis yang dibawa hingga dewasa. Apabila tidak disembuhkan atau dikurangi efek traumatis ini akan menjadi bibit baru kekerasan yang akan membawa anak menjadi seorang pelaku kekerasan pula pada suatu hari  nanti. Dendam atau luka trauma yang dibawanya cenderung mengubah caranya memandang orang lain sampai ia mampu melakukan tindakan kekerasan yang sama seperti pengalamannya.

Hal ini mungkin akan cepat terendus jika saja peranan orang tua sebagai lingkungan terdekat dari anak memperhatikan perubahan-perubahan sikap anak, sehingga kekerasan yang terjadi terhadap anak bisa ditekan persentasenya . Orang tua berkewajiban untuk menjaga tumbuh kembang anak  dengan baik,

Peran orang tua dalam mendidik anak, dalam pembinaan terhadap pertumbuhannya lebih fokus pada perkembangan fisik atau akademis, sering kali lupa bahwa anak harus mewarisi karakter baik yang mampu ia kembangkan di tengah masyarakat. Hari ini nilai prestasi secara akademis lebih dikejar. Mungkin diharapkan anak bisa memiliki penghasilan dan penghidupan yang nyaman. Maka dikejarlah anak-anak ini dengan kegiatan belajar yang menerus dengan ketersediaan fasilitas belajar macam les-les belajar, penggunaan gawai, dan lain-lain. Namun jarang duduk ikut terlibat dalam pembelajaran di dalam rumah. Anak cenderung belajar sendiri,  mencari tahu sendiri.

Sikap abai tersebut yang dianggap biasa dikatakan sudah masanya begini, lalu parahnya lagi tak ada perhatian terhadap lingkungan pergaulan anak. Tidak tahu berkawan dengan siapa saja, suka nongkrong  di  mana, jarang memuji anak, cenderung mengabaikan kondisi anak sehari-hari, maupun melontarkan kalimat-kalimat yang merendahkan anak dengan dalih mendidik anak.

Orang tua yang abai dengan menanggalkan keteladanan yang baik terhadap anak. Dengan kata lain orang tua melakukan penelantaran terhadap hak anak untuk mendapatkan kasih sayang dalam menumbuhkembangkan jiwa anak sesuai kemampuan dan fitrahnya.  Pendampingan yang baik itu bukan membiarkan anak tanpa kontrol maupun terlalu mengontrol dengan tindak kekerasan tersebut.

Lingkungan terjadinya kekerasan lebih banyak bersikap pasif ketika terjadi di depan mata. Jika kita perhatian satu sama lain tentunya gerakan-gerakan atau indikasi adanya kekerasan bisa dilihat. Namun kadang dalam bermasyarakat sering kali tak mau ikut campur dalam urusan rumah tangga orang lain. Akhirnya rasa tidak peduli selama kekerasan itu tidak terjadi pada anaknya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun