Sepetak hati yang ingin kau tanami
Bukan sekedar petak tak berharga tanpa nilai
Yang kapan saja hendak kau singgahi atau kau berlalu pergi
Sepetak hati mungkin kosong sebelum hari ini
Hanya dalam pandanganmu semata tanpa kedalaman penglihatan
Yang kosong hari ini, mungkin pernah hujan yang terlalu
Sehingga tak ada mawar atau kembang yang tumbuh bermekaran
Hanya ilalang tinggi yang menggapai matahari sendiri
sehingga tak perlu kau datang dengan hendak menanam tanpa melihat
Ia tetaplah teduh bagi dirinya sendiri
Sepetak hati yang menurutmu kosong
Adalah jiwa merdeka dari penantian  dan harap-harap cemas dari luka
Ia hanya rindu pada matahari yang setia datang di pagi hari
Tak pernah matahari ingkar janji meski mendung di siang hari
Hanya pada matahari ia percaya, akan bisa tumbuh apa saja yang elok
Tanyalah pada jiwamu
Apa yang hendak kau tanam
Bila hanya arogansi, keakuan, kepemilikan dan bentuk penjajahan lain
Cukupi saja langkahmu di depan pqgar sana
Sepetak hati yang merdeka tetaplah memilih tumbuh sentosa
Tanpa perlu ada luka dan airmata berkepanjangan dalam debat  kehidupan
Ia tetaplah merasa hidup dengan kebebasannya tumbuh sebagai individu unik
Berpikirlah, sebelum kau berupaya menancapkan tetumbuhan cinta, katamu
Sebelum kau tahu cinta bisa menjadi pisau dan hujan bersamaan
Paling tidak, kau tahu harus berbuat apa bila yang kau tanam tak menjadi apa
Karena upaya yang separuh dan bibit buruk
tak pernah bisa mencapai keindahan apapun
Ah, hujan dan matahari adalah milik sepetak hati sendiri
Kau tetap selalu diluar pagar, pun aku
Agar sama hidup dan tumbuh semestinya
Selagi nafas milik masing-masing
Maka takdir pun milik sendiri-sendiri
Pun cinta, sayang
Mari menanam benih cinta yang baik
Lalu tunggu bagaimana sepetak hati menumbuhkannya dengan keelokannya
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI