Biji-biji  ketabahan memiliki mula.  Asal usul yang beragam datangnya. Dari penjuru mana pun ia bisa tumbuh. Bila saja ditanam sungguh. Tak ada biji yang bakal bertunas. Berkembang meninggi. Menumbuhkan ranting dedaunan. Lalu bermekaran bunganya. Kecuali dicukupinya sinar matahari. yang hangat. Dan air yang menghujani pada masanya.
Pun begitu. Ketabahan. Bagi seorang ibu. Bagi seorang Ayah. Biji didalam dada tak pernah bertunas. Bila saja gelak tawa putra-putranya. Yang bahagia bersanding dalam sebuah rumah. Tak bisa menjadi matahari dan hujan secara bersamaan. Di mata. Di dada.
Anak-anak, buah hatimu. Buah hati kita. Gantungan segala cita. Mereka yang menumbuhkembangkan biji ketabahan. Bagi seorang ibu. Bagi seorang Ayah. Tak peduli betapa kerasnya batu kehidupan harus dibelah. Tak peduli airmata menetes deras di malam-malam yang pernah merasa luka.
Maka janganlah berkata; aku tabah. Tapi kabarkan; mereka, anak-anakku yang memberi nafas ketabahan untuk hidup di dadaku.
Anak-anak, buah hatimu .Buah hati kita. Adalah musim semi, musim gugur dalam perjalanan. Mengasah begitu tajam cemerlang. Hingga yang kelam pun tak berarti apa-apa. Sebab satu binar cahaya dari mata mereka adalah satu peta jalan pulang ke rumah. Pada saat sesat sungguh hitam .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H