Gelas kaca  di sebuah meja kayu tua
Sendiri, bersinar dibawah cahaya tanpa cela
Berkilau semacam mistis untuk tetap mempercayai
Tak bakal ada goresan yang bakal memecahkannya
Percaya diri, Â ia tetap ditempatnya
Yakin, bila ia tetap memberi keindahan kilau
Agar tiap pandangan tertuju padanya
Sangka adalah tipuan-tipuan  yang halus
Saat segala tampak baik-baik saja
Tetiba saat jelang petang
Kabar yang datang semacam gemuruh yang menggetarkan
Membuatnya jatuh begitu saja, terhempas
Tak perlu ada alasan atas sebab apapun
Selagi Tuhan berkehendak, katanya
Maka, jatuh tetaplah menjadi serakan pecahan yang sembilu
Ciut mendadak membungkam jiwa
Meski gelas pecah disusun seperti mula
Tetap saja tak bakal kembali utuh, sudah luka
Â
Esok pagi saat fajar kemerahan diujung jendela
Gelas kaca itu kembali ditempatnya
Diatas meja yang sama , berdiri disitu
Dengan garis retakan seluruh permukaannya
Saat dihujani cahaya, semburat cahaya acak berlarian
Di sudut sana di sudut sini
Sempurna sangat pantulan cahaya, lebih dari mula
Siapa sangka, sekali lagi sangka menipu
Keelokan yang menggetarkan seluruh sendi harapan
Gelas-gelas retak mungkin ada di mejamu pula saat ini
Memberi luka sembilu yang memisau
Membawa sebentuk mendung kelabu
Sebagaimana jiwa yang terkoyak, pun aku merasa.
Menyangka begitu putus asa
Tak ada lagi yang dapat diharapkan dan disemogakan
Tak bakal lagi nampak cahaya menembusnya untuk berkilau
Namun, Â saat Tuhan menggerakkan kuas-Nya
Gelas-gelas  retak pun,  melahirkan nama Tuhan lebih terang
Di jiwamu, di jiwaku
Tepat pada tempatnya, serapuh apapun jiwa kita
Kita hanya harus kembali percaya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H