Mohon tunggu...
Ecik Wijaya
Ecik Wijaya Mohon Tunggu... Penulis - Seperti sehelai daun yang memilih rebah dengan rela

Pecinta puisi, penggiat hidup

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi: Aku Tak Mau Kalah dan Menyerah

23 Oktober 2021   21:33 Diperbarui: 24 Oktober 2021   22:02 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Segenggam dinar dalam tanganku
Kusangka ia jadi penyelamat sampai di ujung hari
Dalam perjalanan jarak beratus kilometer
Yang diwariskan oleh ibuku yang matanya senantiasa berkilau bintang
Namun, saat rupa dinar berubah menjadi sepotong roti dan secangkir susu berkali
Dalam hitungan waktu keping dinar kandas
Sebelum laparku tuntas dan akhir tujuan belum juga terlihat


Ada rupa kemasygulan yang tiba-tiba memberi bimbang
Terus melanjutkan perjalanan atau aku memilih kembali pulang
Sedangkan jarak kampung halaman sudah tak terhitung di belakang
Untuk kembali pun aku harus menahan lapar pula
Gamang, menyaksi setiap diri bergegas bertuju
Satu yang ku sadari sedikit saat terduduk di persimpangan
Aku juga tak pernah tahu apakah dalam kantong perbekalan mereka penuh roti dan susu
Atau mereka pun sama denganku yang kantongnya hanya tertinggal secarik kertas dan pena semata


Ternyata yang sedikit kutahu  tiba-tiba mengenyangkan rasa lapar dan dahaga
Tiba-tiba pula kulihat wajah binar ibu
Yang mungkin laparnya atas rindu padaku untuk membawa sedikit kebahagiaan
Bahwa aku bakal  sampai pada tempat tujuan dengan baik
Mungkin kebanggaan pada putranya esok sudah mencukupi rasa laparnya hari ini
Aku malu pada diriku sendiri
Perkara roti dan susu yang tak bisa kulahap
Lalu jiwaku merasa terlampau papa dan putus asa


Oh ibu, betapa cengengnya jiwa anakmu! Seruku sendiri
Lemahnya raga  kupaksa kembali menyusuri jalan-jalan panjang
Tapi laparku sudah hilang, sungguh sirna
Tempat tujuan adalah arah utamaku untuk segera mendapati sepotong cita-cita pertama
Mungkin saja, lapar perut dan hausnya mulutku sungguh bakal tercukupi pada saatnya


Dan benar,
Kecukupan atas keyakinan dan pengetahuan sudah membuatku lebih merasa kenyang
Bu, anakmu bakal sampai di tujuan
Bekal darimu sudah kuterima terus menerus
Melalui barisan  doa-doamu pada Tuhan yang tak berjeda
Adalah kasih sayang yang tak mengenal jarak dan waktu
Hingga lapar dan hausku cuma duri di suatu waktuku
Aku tak mau kalah dan menyerah!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun