Ringkasan Eksekutif
Kemiskinan di Provinsi Lampung tetap menjadi tantangan signifikan, meskipun terjadi penurunan persentase penduduk miskin dari 11,57% pada Maret 2022 menjadi 11,11% pada Maret 2023. Jumlah penduduk miskin menurun dari 1.002,41 ribu orang menjadi 970,67 ribu orang, namun lebih dari 970 ribu orang masih hidup di bawah garis kemiskinan. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi kemiskinan di Lampung antara lain keterbatasan akses pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar, serta ketimpangan distribusi pendapatan. Upaya dalam mengatasi permasalahan ini, diperlukan pendekatan kebijakan kolaboratif berbasis data yang melibatkan pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil. Pemanfaatan data yang akurat akan membantu merumuskan strategi yang lebih efektif dan berkelanjutan, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
Policy brief ini memberikan rekomendasi yang mengacu pada prinsip keberlanjutan dan inklusivitas dalam pengelolaan ekonomi dan sosial, dengan penekanan pada kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan dalam penanggulangan kemiskinan di Provinsi Lampung. Rekomendasi yang ingin kami tawarkan meliputi: (1) Peningkatan akses pendidikan dan keterampilan melalui pusat pelatihan keterampilan dan beasiswa pendidikan; (2) Pembangunan infrastruktur dasar untuk meningkatkan konektivitas dan akses masyarakat miskin terhadap peluang ekonomi; (3) Peningkatan akses kesehatan dengan mendirikan klinik kesehatan keliling dan subsidi biaya kesehatan bagi keluarga miskin; (4) Pemberdayaan ekonomi masyarakat dengan modal usaha mikro dan pelatihan kewirausahaan; (5) Peningkatan program perlindungan sosial dengan memperluas bantuan sosial dan menyediakan bantuan perumahan bagi keluarga miskin; (6) Kolaborasi lintas sektor yang melibatkan pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil untuk merumuskan kebijakan yang inklusif dan berkelanjutan.
Pendahuluan
Kemiskinan di Provinsi Lampung masih menjadi isu strategis yang membutuhkan perhatian mendalam. Penurunan jumlah penduduk miskin dari 1.002,41 ribu pada Maret 2022 menjadi 970,67 ribu pada Maret 2023 memang menunjukkan adanya perbaikan, namun angka ini masih mencerminkan hampir satu juta penduduk hidup di bawah garis kemiskinan. Tantangan ini semakin signifikan karena disparitas wilayah dan ketidakmerataan akses ke sumber daya dan peluang, terutama di daerah perdesaan yang lebih terpencil. Kemiskinan ini memengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat, mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga kemampuan untuk berpartisipasi dalam ekonomi produktif secara optimal.
Akar masalah kemiskinan di Lampung berkaitan erat dengan akses terbatas ke pendidikan yang berkualitas, yang berdampak pada rendahnya keterampilan tenaga kerja (Azizah, 2022). Banyak keluarga di bawah garis kemiskinan yang tidak mampu memberikan pendidikan yang cukup kepada anak-anak mereka, sehingga menciptakan siklus kemiskinan yang sulit diputus. Selain itu, layanan kesehatan yang terbatas, baik dari segi ketersediaan fasilitas maupun keterjangkauan biaya, menyebabkan rendahnya kualitas hidup masyarakat miskin, terutama dalam kelompok rentan seperti anak-anak dan lansia. Infrastruktur yang minim di banyak daerah juga menghambat mobilitas masyarakat dan akses terhadap peluang ekonomi, baik dalam bentuk lapangan kerja maupun aktivitas ekonomi lainnya.
Ketimpangan distribusi pendapatan di Lampung semakin memperburuk masalah ini. Sumber daya ekonomi cenderung terkonsentrasi di wilayah perkotaan, sementara daerah pedesaan menghadapi kesulitan yang jauh lebih besar untuk berkembang. Ketimpangan ini menciptakan kesenjangan sosial yang merugikan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Jika permasalahan ini tidak segera diatasi, maka potensi pertumbuhan ekonomi daerah dan kualitas hidup masyarakat akan terus terhambat. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil sangat dibutuhkan untuk merumuskan kebijakan yang lebih efektif dan berkelanjutan. Dengan memanfaatkan data yang akurat, diharapkan solusi yang dihasilkan mampu mengatasi masalah kemiskinan secara tepat sasaran, meningkatkan kesejahteraan masyarakat Lampung, dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif serta berkelanjutan.pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan peningkatan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat di Provinsi Lampung.
Deskripsi Masalah
1.Tingginya Angka Kemiskinan di Lampung
Meskipun ada penurunan angka kemiskinan di Lampung, data terbaru menunjukkan bahwa sekitar 970 ribu penduduk Lampung masih hidup di bawah garis kemiskinan pada Maret 2023 (Sumber: bps.go.id). Hal ini mencerminkan tantangan besar dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. Angka kemiskinan yang masih tinggi ini menunjukkan perlunya intervensi kebijakan yang lebih efektif dan terfokus pada penurunan kemiskinan ekstrem, terutama di daerah perdesaan yang cenderung lebih terpukul oleh kemiskinan.
2.Keterbatasan Akses Pendidikan dan Keterampilan
Keterbatasan akses pendidikan yang berkualitas menyebabkan rendahnya keterampilan dan daya saing tenaga kerja di Lampung. Kondisi ini ditunjukan oleh data APS Provinsi Lampung masih memiliki kategori rendah di beberapa kelompok usia (Sumber: bps.co.id). Masyarakat miskin seringkali tidak memiliki akses yang memadai terhadap pendidikan yang dapat meningkatkan keterampilan mereka. Hal ini memperburuk kemiskinan, karena pendidikan yang rendah membatasi peluang kerja yang layak dan mengurangi potensi pendapatan. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan menyediakan akses yang lebih baik bagi masyarakat miskin agar mereka dapat meningkatkan keterampilan dan kualitas hidup mereka.
3.Kurangnya Infrastruktur yang Memadai
Keterbatasan infrastruktur, seperti jalan, listrik, dan air bersih, sangat mempengaruhi kondisi ekonomi di banyak daerah di Lampung. Lapotan yang disampaikan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Lampung menyatakan bahwa pembangunan infrastruktur kesehatan harus terus diperkuat dan dioptimalkan untuk meningkatkan layanan kesehatan (Sumber: dinkes.lampungprov.go.id). Infrastruktur yang buruk menghambat mobilitas dan akses ke peluang ekonomi, terutama di daerah perdesaan. Penduduk yang tinggal di daerah ini seringkali kesulitan untuk mengakses pasar, layanan kesehatan, atau pendidikan yang dapat membantu mereka keluar dari kemiskinan. Pembangunan infrastruktur yang merata dan meningkatkan konektivitas antarwilayah akan sangat mendukung upaya pengentasan kemiskinan.
4.Ketimpangan Ekonomi dan Sosial
Distribusi pendapatan yang tidak merata di Lampung memperburuk kemiskinan. Sebagian besar sumber daya ekonomi terkonsentrasi di wilayah perkotaan, sementara daerah perdesaan tetap tertinggal (Sumber: bps.co.id). Ketimpangan ekonomi ini menciptakan kesenjangan sosial yang semakin memperburuk kualitas hidup masyarakat miskin. Tanpa adanya upaya yang serius untuk mengurangi ketimpangan ini, kemiskinan akan terus berlanjut dan semakin sulit diatasi.
5.Keterbatasan Akses Kesehatan
Layanan kesehatan yang terbatas dan tidak merata menjadi salah satu faktor yang memperburuk kemiskinan di Lampung. Banyak masyarakat miskin yang kesulitan mendapatkan layanan kesehatan yang layak karena keterbatasan fasilitas, biaya, dan akses ke tenaga medis. Masalah kesehatan yang tidak tertangani dengan baik dapat mengurangi produktivitas masyarakat dan memperburuk situasi ekonomi mereka, yang pada akhirnya memperpanjang siklus kemiskinan.
Rekomendasi
Rekomendasi yang ditawarkan dalam penanggulangan kemiskinan di Provinsi Lampung mengacu pada prinsip-prinsip keberlanjutan dan inklusivitas dalam pengelolaan ekonomi dan sosial. Pendekatan ini menekankan pentingnya kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil, untuk menciptakan solusi yang efektif dan berkelanjutan. Teori pembangunan ekonomi yang inklusif menjadi dasar dari rekomendasi ini, yang menantang model tradisional dengan pendekatan yang lebih holistik dan partisipatif. Oleh karena itu, penting untuk melibatkan berbagai pihak dalam merumuskan kebijakan yang berfokus pada pemberdayaan masyarakat miskin, pengurangan ketimpangan, serta akses yang lebih merata terhadap pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Pendekatan ini bertujuan untuk menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan ekonomi yang adil, di mana setiap lapisan masyarakat dapat berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan daerah.