Seperti di tulisan sebelumnya tentang cerita Ramadan di desa yang sangat seru, kali ini saya mau bercerita tentang ramainya patrol sahur di desa.
Baca Juga:Â Ramadan di desa
Kalau dulu mungkin perlengkapan patrol sahur itu ada macam-macam ya, mulai dari galon kosong, kaleng, kentongan, drum, dirigen, dll. Setidaknya itu yang ada dalam kenangan saya saat kecil di Situbondo. Mungkin sama ya dengan nostalgia kecil teman-teman Kompasianer yang baca tulisan ini.
Oiya kalau dulu sahur biasanya nonton parodi sahur gitu di televisi, sampai saya mencoba telepon hotline sahur di nomor yang tertera. Tapi entah kenapa sampai segede ini juga, belum pernah teleponku nyambung saat acara TV itu berlangsung. Huhuhu sedih. Cuma semakin dewasa, saya sudah hampir tidak pernah menonton lagi. Buka mata buat sahur saja susahnya ampun, sekarang aja karena ada anak mau tidak mau sahur buat menyemangati mereka.
Namun sekarang ternyata berbeda loh, apalagi anak-anak sekarang sudah lebih kreatif. Ya lihat sendiri konten anak muda sama seusia saya bedanya jauh, kreatifitasnya juga sangat berbeda. Termasuk juga dalam acara sahur juga loh!
Jadi anak-anak yang patrol itu pakai sound system yang menyetel lagu sahur-sahur gitu. Lalu mereka bawa microphone untuk halo-halo ngomong sahur-sahur. Belum lagi perlengkapan lain seperti drum kaleng, galon dan kentongan tetap dibawa agar makin ramai. Kekinian banget kan?
Suaranya bagaimana? Menggelegar aseli! Ramai banget tak terkira, yang tadinya nyenyak pasti langsung kebangun. Pokoknya jangan harap tidak bangun saat sahur kalau di desa. Beneran ramai banget pokoknya.
Bukan cuma saya dan suami saja yang terbangun, tapi juga semua anak pada sekalian bangun dan sahur juga. Makanya jam 3 pagi sudah pada sahur mau tidak mau karena sudah pasti terbangun gegara patrol Ramadan.
Cek di postingan instagram saya ini, sampai direkam biar tahu ramainya MasyaAllah. Maaf kalau gelap ya hehehe.