Ini adalah kali pertama saya menulis tentang sakit dalam bentuk postingan tulisan. Entah bagaimana, saya belum mau menuliskan tentang kondisi kesehatan saya 4 bulan terakhir di blog echaimutenan atau ceritacha.Â
Pernah sih bercerita tentang awal metastase di Oktober 2022, tapi setelah itu belum pernah lagi. Entah belum siap atau entah malu, tapi saya sempat 1-2 kali curhat di instagram @echaimutenan kalau sedang sakit. Namun rasa rendah diri makin muncul, akhirnya saya merasa ya sudah beraktivitas seperti biasa saja tanpa bercerita sedih. Takut membawa toksik buat orang lain juga yang melihatnya.
Oh iya, saya kebetulan sakit saat ini. Pembengkakan kelenjar mengarah metastase limfoma sudah sejak Oktober 2022 dan awal tahun 2023 ternyata saraf kejepit HNP juga kumat. Semuanya berbarengan, tanpa meminta saya untuk menarik napas dulu. Akhirnya sejak awal tahun juga, saya sudah tidak bisa menggerakkan kaki dan menyangga punggung dengan baik. Sakitnya jangan ditanya, masyaAllah.
Awal-awal memang terasa berat. Bagaimana tidak? Yang tadinya saya bisa kesana kesini dengan mudah ternyata harus mau tiduran untuk melakukan berbagai aktivitas. Bahkan untuk mandi saja suami harus membantu memandikan, karena saya belum kuat untuk duduk menyangga punggung mandi sendiri.
Sekarang 4 bulan berlalu, keadaan saya tidak banyak berubah. Yang berbeda hanyalah wajah ceria saya yang kembali lagi. Bukan, bukan karena sembuh. Tapi karena sudah ikhlas, lebih ikhlas daripada sebelum-sebelumnya. Saya melalui itu masa berontak, marah tidak terima yang akhirnya menjadi menerima dan ikhlas. Ya mau bagaimana lagi, tidak banyak yang bisa saya lakukan selain menerima kan?.
Makna Ramadan kali ini sangat besar buat saya. Biasanya saya awal mau puasa sudah mulai menyiapkan banyak hantaran buat tetangga, teman dan saudara kerabat dekat. Tahun ini?Â
Sama sekali tidak ada yang saya bisa persiapkan. Padahal dulu saya rajin lo untuk buat makanan kecil-kecil seperti puding, bread kayu manis, kukis, pie dll. Sekarang susah banget!Â
Boro-boro mau ke dapur buat makanan, untuk ambil minum haus saja saya harus meminta tolong anak-anak atau suami untuk mengambilkannya. Ya sebegitu merepotkannya saya saat ini.
Awalnya karena sudah 4 bulan tidak bisa jalan, duduk dan berdiri, saya akan terbiasa dengan segala hal. Ternyata tidak juga saat melewatinya, berat apalagi Ramadan kali ini. Dulu saya yang menyiapkan makanan buka puasa, sedangkan suami yang memasak saat sahur. Sekarang semua hanya suami yang mempersiapkan. Kalau dulu kami sebelum Ramadan bisa menjenguk makam keluarga, sekarang sudah tidak bisa lagi. Hanya saya yang tidak bisa, suami dan anak-anak bisa ke makam. Saya hanya bisa melihat makam dengan video call saja saat mereka ke sana.
InsyaAllah Ibadah Tidak Ada yang BerubahÂ
Banyak sekali kebiasaan Ramadan yang tadinya bisa sekarang banyak berubah sesuai dengan kondisi kesehatan saya saat ini. Tapi mengeluh saja kan percuma, apalagi kalau ingat Surat Al Anbiya ayat 35 yang berbunyi:
Artinya: "Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami".
Cobaan yang Allah berikan ini semata-mata untuk menunjukkan kalau semuanya akan kembali kepadaNya. Dan Allah yakin hal ini sesuai dengan kemampuan saya yang dianggap bisa melewatinya. InshAllah.
Tapi kalau dipikir-pikir, seru juga Ramadan tahun ini. Rafif (3,5 tahun) anak bungsu saya sudah mau ikut sahur tanpa harus dipaksa. Raffa dan Raffi juga puasanya sudah full seperti tahun sebelumnya. Apalagi pembiasaan ini memang sudah kami lakukan bukan di bulan Ramadan saja.Â
Jadi sebenarnya anak-anak sudah terbiasa berpuasa sunah lainnya, selain 30 hari di bulan Ramadan. Lebih nyaman gitu rasanya, mereka juga melakukannya tanpa ada keterpaksaan sedikitpun.Â
Untuk ibadah lainnya alhamdulillah tetap sama. Kami tetap membaca tadarus Al Quran, salat 5 waktu jamaah dan tarawih bersama sekeluarga. Alhamdulillah, ibadah tetap lancar dalam segala macam kondisi. Dan ini adalah kesempatan saya untuk terus mendekatkan diri pada Allah.
Ikhlas Menerima Diri Sendiri dengan Ikhtiar Kesembuhan
Salah satu cara saya menerima diri sendiri saat ini ya berobat dengan baik. Selama empat bulan ini saya rutin fisioterapi dan setiap saat minum obat. Biopsi dan MRI yang bahkan sampai dua kali dilakukan ya tetap saya ikhlas jalani. Yang tidak saya lakukan hanya alternatif pengobatan seperti pijak atau ke orang pintar yang mengklaim bisa menyembuhkan segala penyakit. Entahlah hati nurani dan logika saya masih belum menerima hal itu.
Apalagi kalau baca postingan kompasiana saya pada judul "Ikhlas itu Berat", ternyata saya pernah melewatinya. Jadi saya yakin akan diberikan kesempatan lagi sehat. Bismillah.
Bukankah Allah selalu melihat umatnya yang bersungguh-sungguh? Di bulan Ramadan ini yang tinggal 20 hari lagi, tidak berhenti saya berdoa agar selalu diberikan kekuatan agar tetap bisa mendampingi suami dan anak-anak dengan baik.Â
Saya juga bisa kembali pulih seperti sedia kala tanpa ada kekurangan apapun. Selain itu, semoga rejeki selalu lancar dan berkah karena Allah SWT bagi keluarga tercinta. Aamiin aamiin ya Rabbal Alaamiin.
Makna Ramadan memang sangat dalam di tahun ini, tapi insyaAllah ya bismillah bisa menjalaninya dengan baik. Jangan lupa doakan saya sembuh juga ya!.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H