Hasil pemilihan Presiden AS mengejutkan dunia, di mana calon kotroversial dari Partai Republik, Donald Trump terpilih sebagai presiden setelah mengalahkan calon dari Partai Demokrat, Hillary Clinton. Andai saja jika sistem pemilu presiden Amerika Serikat menggunakan sistem langsung seperti yang digunakan di Indonesia, dimana penentuan pemenang pemilu benar-benar langsung didasarkan pada jumlah suara rakyat yang terbanyak, Hillary Clinton akan ditetapkan sebagai Presiden AS masa jabatan 2017-2021. Karena sebenarnya, Hillary Clinton mendapat suara lebih banyak dari Donald Trump.
      Namun nyatanya, Trump menang karena sistem Electoral College yang telah dianut oleh Amerika Serikat selama 2 abad dan Clinton menjadi calon presiden ke lima dalam sejarah Amerika dan yang kedua dalam 16 tahun terakhir yang memenangkan suara terbanyak tapi kalah dalam pemilu karena sistem tersebut.
      Dalam sistem ini, presiden terpilih tidak diangkat berdasarkan pilihan rakyat lewat pemungutan suara di TPS, tetapi oleh electoral votes (suara pemilu) yang tersebar di 51 negara bagian.Saat ini terdapat 538 electoral votes. Jumlah itu ditetapkan berdasarkan 435 kursi DPR (House of Representatives), 100 kursi Senat, ditambah tiga jatah electoral votes untuk ibu kota Washington DC. Para electors (orang yang memiliki mandat atas electoral votes) akan menggelar konvensi di ibu kota negara bagian untuk memberikan suara mereka. Dalam pertemuan yang berlangsung pada bulan Desember inilah pilpres benar-benar digelar secara langsung. Mereka akan memilih satu dari dua pasangan capres yang sedang bertarung menuju Gedung Putih.
      Untuk memenangi pemilu, seorang calon presiden harus mendapatkan minimal 270 dari 538 electoral votes.Trump memenangkan suara elektoral 306 setelah hasil-hasil di setiap negara bagian hampir selesai dihitung.
      BAGAIMANA BISA?
      Karena ketika rakyat Amerika mengisi surat suaranya, mereka memilih elector negara bagian untuk kandidat itu. Pemilihan ini untuk elector negara bagian bagi kedua kandidat. Hanya partai yang memenangi pemilu di negara bagian tersebut yang bisa mengirimkan elector-nya ke konvensi (selain Nebraska dan Maine). Istilahnya, the winner take it all. Partai pemenang meraup semua jatah electoral votes di tingkat negara bagian. Misalnya di negara bagianPennsylvania, Partai Republik memiliki jumlah suara rakyat lebih banyak dari Partai Demokrat. Maka, elector dari negara bagian Pennsylvania akan berasal dari orang-orang yang diutus oleh Partai Republik.
      Namun, tidak ada ketentuan yang mewajibkan elector memberikan pilihan yang sama dengan amanat partai dan konstituennya. Dalam electoral college, negara bagian boleh meminta dan boleh tidak meminta para elector memilih berdasarkan hasil pilpres. Dan, setiap elector bisa saja memilih capres yang berbeda dari capres pilihan mayoritas rakyat di tingkat negara bagian. Hal inilah yang menjadi faktor kekalahan Hillary Clinton meskipun ia memperoleh suara rakyat lebih banyak dari Donald Trump.
      -NIKOLAUS EVAN REINALDO
-LC / XIID /22
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H