Mohon tunggu...
Eka Febri Astuti
Eka Febri Astuti Mohon Tunggu... -

Saya adalah seorang Mahasiswa yang sedang belajar di jurusan Pendidikan Kewarganegaraan dan hukum, Universitas Negeri Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Wanita dan Piligami dalam Perspektif Islam

30 April 2013   20:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:21 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tidak sedikit kaum wanita mengerutkan kening, terkejut bahkan sampai merinding serta menggertakkan bahu ketika mereka mendengar kata “poligami”. Saat ini, siapa yang tak kenal dengan poligami. Poligami itu sendiri dikenal dengan sebutan poligini. Dimana poligini mempunyai arti sistem perkawinan yang membolehkan seorang pria menikahi beberapa wanita sebagai istrinya pada waktu yang bersamaan.

Dalam Agama Islam, poligami didefinisikan secara radikal. Agama Islam membatasi jumlah istri yang boleh dinikahi oleh seorang pria, yaitu maksimal empat orang wanita. Namun, dalam melaksanakan poligami yang demikian memiliki persyaratan tertentu dan Islam juga mengenalkan monogamy sebagi bentuk pernikahan yang ideal. Tatkala memperbolehkan poligami, Islam tidak hanya menginginkan kemaslahatan laki-laki saja, akan tetapi Islam ingin mewujudkan kemaslahatan kedua jenis kelamin. Sebuah kebajikan tersendiri bagi seorang wanita lain (sesama jenisnya) untuk ikut bernaung di bawah suaminya (sebagai madunya) sehingga rekan sesama wanitanya bisa menemukan “irigasi” penyalur hasrat kekasihnya, juga sebagai realisasi kewanitaannya sekaligus demi menjaga kehormatannya

Ketika memperbolehkan poligami, Islam telah menimbang dan memperhatikan sedemikian rupa fakta kelebihan jumlah wanita dibanding jumlah pria akibat banyaknya peperangan yang memakan korban kaum pria, padahal umat Islam sangat membutuhkan penyempurnaan kekuatan dengan banyak keturunan. Sehingga dengan diperbolehkannya poligami, janda-janda yang ditinggal mati suaminya pun masih tetap bisa menyambung hidup dengan terhormat di sisi teman-teman suaminya, meski sebagai istri kesekian mereka. Dengan demikian, poligami mewujudkan kepentingan wanita itu sendiri maupun umat seluruhnya.

Dapat dikaji bahwa hukum dari poligami itu adalah halal. Namun apabila seorang laki-laki tidak dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya, maka poligami di haramkan baginya. Namun, apabila seorang laki-laki tidak mampu berlaku adil terhadap anak yatim maka nikahilah wanita-wanita lain yang kamu cintai. Kehalalan tersebut merupakan dispensasi dari Allah guna mengatasi problem untuk yang mengatasi dari hari ke hari semakin berat dan menuntut kaum pria untuk meningkatkan kerja agar dapat melindungi keluarga yang lebih besar, baik yang berhubungan dengan masalah nafkah, pendidikan, dan lainnya. Dalam kondisi di mana kemaksiatan tersebut akibat jumlah wanita di atas jumlah pria, maka poligami (poiligini) ini berfungsi sebagai langkah untuk menye;lamatkan umat. Semua kaum muslim dituntut untuk berjuang demi keselamatan umat. Karena itu, bagi yang memiliki kemampuan untuk berpoligami (poligini) maka selamatkanlah umat dengan poligami (poligini). Bagi yang tidak mampu, selamatkanlah mereka dengan cara lain, seperti dengan meningkatkan kwalitas dakwah dan pendidikan. Tidak dibenarkan bagi sesorang untuk berpoligami (poligini) tanpa memiliki persiapan dan kemampuan untuk berlaku adil. Barang siapa yang belum yakin bahwa dirinya akan mampu berlaku adil maka dia tidak boleh menikah kecuali dengan seorang perempuan. Jika dia nekad menikahi lebih dari satu orang perempuan maka nikahnya sah, tetapi berdosa (Syaiful Islam Mubarak. 2007:30-32).

Seperti yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya, Islam menetapkan perkawinan monogami sebagai salah satu bentuk perkawinan yang ideal, namun dalm waktu-waktu tertentu, praktek poligami yang terbatas menjadi boleh dilakukan. Keadaan tertentu yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a. adanya keinginan seorang laki-laki untuk memiliki anak dari keturunannya sendiri, ketika ia mengetahui bahwa istrinya tidak bisa melahirkan keturunan kepadanya. Dalam keadaan seperti ini, laki tersebut menceraikan istrinya yang mandul itu untuk mencari istri yang lain. Tentu merupakan sesuatu tidak diharapkan juga kalau laki-laki tersebut harus menghilangkan haknya untuk menjadi seorang ayah dari anak-anaknya sendiri.

b. adanya keinginan seorang laki-laki untuk menikah lagi dengan istri kedua ketika istri pertamanya betul-betul sakit parah sehingga tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai seorang istri, poligami jauh lebih baik daripada dia menceraikan istri sakit yang sedang membutuhkannya itu. Hal ini juga akan lebih diterima daripada laki-laki tersebut memiliki “affair” non-nikah diluar sepengetahuan istrinya. Laki-laki tersebut juga tidak diharapkan harus hidup membujang selama hidupnya.

c. sebagai kebutuhan sosial, keyika jumlah kaum perempuan melebihi jumlah kaum laki-laki sebagai akibat dari suatu perang. Akibat yang terjadi bukan bukan hanya sekedar banyak perempuan yang tidak dapat menemukan suami, namun juga banyaknya janda yang ditinggal mati tanpa ada laki-laki yang merawatnya (Haifaa.2002:158).

Dengan adanya syarat-syarat yang ada dan ketentuan yang telah ditetapkan, seharusnya sebagai seoarang pria yang melakukan poligami hendaknya memperhatikan prinsip, aturan dan syarat pernikahan poligami (poligini) sehingga, hak-hak perempuan tidak terabaikan. Apabila seoarang pria yang melakukan pernikahan poligami dapat berlak secara adil terhadap istri-istrinya niscaya keharmonisan keluarga akan tercapai dan kemasyalahatan rakyau pada umumnya dapat terwujud.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun