Mohon tunggu...
Theresia Deborah Pardede
Theresia Deborah Pardede Mohon Tunggu... Guru - Echa. Penggemar anak²...

aku ECA

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

KBT

24 Oktober 2019   00:17 Diperbarui: 24 Oktober 2019   00:23 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Dan satu lagi, ini yang paling susah kuubah, aku adalah perempuan yang memiliki suasana hati yang sangat random, aku bisa sangat menyukai sesuatu dalam satu waktu, dan di lain waktu aku berbalik membencinya. Itu juga yang membuatku seakan-akan tidak konsisten, aku belum bisa mengontrol perasaanku, hanya dengan satu kesalahan kecil, aku bisa membenci sesuatu.

Aku adalah perempuan yang bisa sangat mencintai seseorang pada satu waktu, namun saat keadaan memaksa, aku bisa melupakan seseorang itu sehilang-hilangnya. Tentu saja hal ini membuatku repot, aku sama sekali tidak menginginkan hal ini. Aku terkadang benci sekaligus malu dengan diriku sendiri.

Aku merasa tertampar saat dia bercerita, sesekali dia menyinggungku, menyinggung semua kekuranganku yg kujelaskan di atas, aku tidak nyaman dengan itu. Semakin dia bercerita semakin aku merasa dia sedang mempermalukanku. Sesekali kutentang dia, tapi lagi-lagi aku kalah. Aku uring-uringan.

Semakin dia bercerita, semakin aku mengerti apa yang menjadi masalahnya, apa yang membuatnya menjadi seperti sekarang. Ingin kulanjutkan merengek, tapi aku tak tega, aku merasa saat itu adalah saat dia paling membutuhkanku untuk mengerti. Kucoba untuk menekan egoku sedalam-dalamnya, kutekan daerah antara leher dan pundaknya sekali, katanya itu bisa menenangkan laki-laki saat sedang gelisah. Ada sedikit rasa bersalah di dalam hatiku, mengapa aku dengan bodohnya tega membuatnya menceritakan pengalaman pahitnya.

Akhirnya kuputuskan untuk membuatnya berhenti bercerita tentang masa lalunya, aku bertanya, "Tapi kita ini serius kan?"

"Aku ga bakal capek-capek mau ke Porsea, kalo aku ga serius?" Jawabnya.

Kuulangi beberapa kali sampai kurasa aku puas dengan jawabannya.

Dia melanjutkan, kali ini tentang pembahasan yang sering membuat kami berdebat. Agama. Sejak kalimat pertama dia menyinggung masalah itu, hatiku tidak karuan, aku melihat keluar jendela, belum sanggup mendengar pendapatnya yang selalu saja membuat hatiku sakit. Kuminta pertolongan dengan Tuhanku, "Tuhan, bantu aku memahami mauMu, biarkan aku tegas dalam hal ini." Aku memohon dengan sagat. Dan benar, jawabannya membuatku sakit hati, ini sangat berat, aku seakan harus membuat keputusan, antara dia atau Dia.

Aku sudah membuat perjanjian dengan Tuhanku 2 malam sebelumnya, "Jika nantinya dia seperti ini Tuhan, maka aku akan tegas dengan keputusanku." Aku menunggu dengan was-was, menunggu tanda-tanda itu, tapi dia tidak mengucapkannya. Aku bertanya-tanya pada Tuhanku, apa ini artinya Tuhan masih ingin kami bersama? apa ini artinya Tuhan masih ingin melihat kami berusaha? Tidak kudapatkan dia mengucapkan kata-kata itu, tapi tentunya jawaban dia juga bukan jawaban terbaik. Masih jawaban yang membuat hatiku sakit, hanya saja tidak sampai mengeluarkan kata-kata itu. 

Aku sedikit lega, walau tentunya masih ragu tentang apa yang Tuhan ingin aku lakukan saat itu. Setidaknya aku tidak melanggar janjiku dengan Tuhanku.

Ada perasaan sedikit lega malam itu, malam itu aku tahu dia serius denganku sebesar aku serius dengannya. Aku tahu dia menyayangiku sebesar aku menyayanginya. Bukan hanya aku yang ingin kepastian, kami berdua memiliki keinginan yang besar untuk diseriusin. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun