Realisme merupakan paham yang terbilang cukup klasik dalam ilmu Hubungan Internasional. Realisme merupakan teori dasar pertama yang akan dibahas dalam konsep worldview barat pada Hubungan Internasional. Berpacu pada kekuasaan mutlak sebuah negara, Realisme dibangun berdasarkan 4 prinsip utama, yaitu: pandangan pesimis terhadap sifat dasar manusia, sifat sistem internasional yang anarkis, kepentingan akan keamanan nasional dan kebertahanan (national security and state survival), bahwa kepentingan politik domestik dan internasional adalah berbeda. Konsep utama yang diusung oleh realisme sendiri adalah statism, survival, self-help. Yang mana apabila diakumulasikan kembali, akan bermuara pada satu statemen, yaitu balance of power.
Pemikiran Realisme berkembang dari beberapa tokoh besar diantaranya Thucydides, Niccolo Machiavelli, Thomas Hobbes, dan lainnya. Pada dasarnya, Realisme menghalalkan apapun untuk mencapai kepentingan. Hingga perang dan konflik yang dirasa tak masalah demi negara pun menjadi main idea oleh Realisme sendiri. Tak mengenal proses, dan fokus pada hasil.
Namun, bagaimana Islam memandang Realisme sebagai satu paham dalam proses berinteraksi antar agama? Islam memandang tidak ada yang salah dengan paham ini, karena pada hakikatnya manusia diciptakan dengan watak yang egois dan ingin menang dengan segala kepentingannya. Hal ini dibahas dalam Qur'an Al-Baqoroh ayat 30. Namun, yang membedakannya adalah, seburuk-buruk manusia, ia pasti akan tetap tunduk pada satu kekuatan yang dapat mengaturnya. Disini Islam menganggap tentang satu sebab tersebut sebagai faktor selain dari hubungan dan unsur metafisik lainnya.
Realisme dengan anarkismenya sendiri masih membutuhkan satu organisasi untuk menaunginya dalam proses pertukaran informasi demi kepentingannya, bagaimanapun ia akan tunduk pada satu norma dasar dalam HI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H