Perdebatan sengit terjadi setelah wafatnya Khalifah ketiga, Utsman bin Affan yang akhirnya meninggalkan konflik baru bagi umat Islam kala itu. Diangkatnya Khalifah terakhir, Ali bin Abi Thallib ternyata tidak serta merta menjadikan umat Islam kembali menjadi satu kesatuan seperti sedia kala.
Terjadi antara kubu Ali dan Muawiyyah yang sama-sama memiliki 'pengikut' setia, dimulailah perseteruan keduanya. Banyak hal yang membuat konflik ini kian panas, apalagi awal kemunculan Syiah dan kaum munafik mulai merebak. Perang saudara pertama dimulai dari sini.
Perang Shiffin, terjadi diantara kota Damaskus dan Madinah pada tahun 37 H, dengan masing-masing pihak membawa jumlah pasukan yang seimbang. Kesengitan perang terus terjadi hingga akhirnya pasukan Muawiyyah yang terdesak dan hampir kalah memutuskan untuk mengangkat Mushaf yang mana ia dilakukan sebagai satu diplomasi dan jalan dimulainya arbiterasi. Kita semua tentu sudah tau bagaimana hasil dari perundingan ini, ketika Abu Musa Al Asy'ari sebagai perwakilan kubu Ali bin Abi Thalin dan Amr bin Al Ash sebagai perwakilan kubu Muawiyyah memutuskan untuk bertemu dalam satu forum resmi untuk kembali bernegosiasi mengenai kedudukan Khalifah terakhir ini.Â
Kala itu, Amr bin Al Ash yang meminta Abu Musa Al Asy'ari sebenarnya telah memiliki taktik nan cerdik mengenai maksud ini. Ia merupakan salah seorang sahabat dengan kepintaran dalam memimpin perang, tak diragukan apabila ia memiliki perhitungan yang sempurna mengenai masalah ini. Abu Musa Al Asy'ari telah diingatkan oleh pengikutnya untuk tidak terkecoh. Namun karena Abu Musa Al Asy'ari telah mencapai kesepakatan dengan Amr bin Al Ash dan ia percaya kepadanya sebagai sesama sahabat Rasulullah, maka ia setuju tanpa berfikir yang macam-macam.Â
Ketika Abu Musa Al Asy'ari berbicara didepan mimbar dan mengatakan bahwa ia sebagai perwakilan pihak Ali bin Thalib telah mencopot Ali bin Abi Thalin sebagai Khalifah, maka saat giliran Amr bin Al Ash malah mengtakan yang sebaliknya, bahwa ia dan pengikutnya memutuskan untuk mengangkat Muawiyyah sebagai seorang khalifah. Abu Musa Al Asy'ari yang terkejut tentu tidak dapat berkata apa-apa lagi dan memutuskan untuk meninggalkan Dumatul-Jandal dengan pengikutnya. Disinilah awal kekuasaan Dinasti Umayyah di Damaskus.
Arbitrasi sendiri adalah jalan penyelesaian masalah atau sengketa dengan memilih untuk mengurangi ketegangan dan melibatkan orang ketiga yang bersifat netral. Dalam hal ini, memang tidak ditemukan orang ketiga untuk menyelesaikan masalah ini, namun setidaknya mereka melakukan tahkim dengan memilih untuk berunding dan mengurangi ketegangan. Dengan langkah awal untuk mengangkat mushaf sebagai tanda memilih perdamaian.Â
Salah seorang dosen saya pernah mengatakan bahwa maksud dari pengangkatan mushaf sendiri adalah 'kembali kepada hukum Allah dan syariat-Nya yang telah tertulis, atau merujuk kepada mushaf itu sendiri'. Dalam hal ini, taktik yang dimunculkan Amr bin Al Ash sebenarnya tidak dapat sepenuhnya disalahkan karena prosedurnya telah tepat, namun diakhir, ia telah menghianati kesepakatannya kepada Abu Musa Al Asy'ari untuk sama sama mencopot keduanya dari kursi Khalifan dan menyerahkan semuanya ketangan rakyat.
Bagaimanapun, sahabat Rasulullah tetaplah sahabat, mereka diberikan kesempatan dari Allah untuk bertemu Rasulullah tentu karena satu kelebihan lain yang tak terlihat. Jadi apakah ini sebuah taktik atau kecerdikan yang telah direncanakan? Wallahu A'lam Bishowab..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H