Perkenalkan saya Ebitiya Fajar Subeqi, Mahasiswa PPG Prajabatan Gelombang 1 Tahun 2023.
Saya adalah seorang mahasiswa yang berjuang untuk mendapatkan sertifikat pendidik agar saya dapat menjadi guru untuk mengajar dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap peserta didik saya dengan berlandaskan profil pelajar Pancasila dan mampu mengembangkan potensi peserta didik saya sejauh dan sebanyak mungkin. Guru menjadi pilihan cita-cita dan profesi yang saya pilih karena guru merupakan pekerjaan yang penuh tantangan dan membutuhkan jiwa kreatifitas tinggi untuk mengajarkan dan menyampaiakan informasi dan materi kepada peserta didik utnuk menggapai cita-cita dan potensi milik peserta didik. Selain itu, guru juga merupakan sosok penting yang menjadi agent of change dimana guru dapat menjadi agen perubahan untuk perilaku dan sikap peserta didik yang menjadi penerus bangsa yang sesuai dengan filosofi pendidikan yang dipaparkan oleh Ki Hajar Dewantara.
Ki Hajar Dewantara menyampaikan bahwa pengajaran (onderwijs) adalah bagian dari Pendidikan. Pengajaran (onderwijs) adalah sebuah proses pendidikan dalam memberi ilmu untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin. Sedangkan, Pendidikan (opvoeding) memberikan tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak supaya ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Pendidikan bertujuan untuk menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat menggapai keselamatan dan kebahagiaan yang luas. Pendidik hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak.
Seharusnya peran Pendidik diibaratkan seorang tukang kebun yang tugasnya adalah merawat sesuai kebutuhan dari tanaman-tanamannya itu agar tumbuh dan berbuah dengan baik, tentu saja beda jenis tanaman beda perlakuanya. Artinya bahwa kita seorang pendidik harus bisa melayani segala bentuk  kebutuhan metode belajar siswa yang berbeda-beda (berorientasi pada anak). Kita harus mampu memberikan kebebasan kepada anak untuk mengembangkan ide, berfikir kreatif, mengembangkan bakat/minat siswa (merdeka belajar), tapi kebebasan itu bukan berarti kebebasan mutlak, perlu  tuntunan dan arahan dari guru supaya anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya.
KHD juga mengingatkan para pendidik untuk tetap terbuka dan mengikuti perkembangan zaman yang ada namun tidak semua yang baru itu baik, jadi perlu diselaraskan dulu. Indonesia juga memiliki potensi-potensi kultural (kebudayaan) yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar. KHD menyatakan bahwa dasar pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan sifat dan bentuk lingkungan di mana anak berada sesuai Tri Pusat Pendidikan (keluarga, sekolah, masyarakat) sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan isi dan irama. Artinya bahwa setiap anak telah membawa sifat/karakternya sendiri, jadi sebagai guru tidak dapat menghapus sifat dasar tadi.
Kodrat zaman berarti bahwa kita sebagai guru harus membekali keterampilan kepada siswa sesuai zamannya agar mereka bisa hidup, berkarya dan menyesuaikan diri. Seperti pada zaman kolonial, pembelajaran bagi calon pegawai dan tidak semua pribumi mendapatkan Pendidikan yaitu menulis, membaca dan berhitung dan zaman setelah kemerdekaaan, pendidikan di Indonesia mengalami transformasi hingga saat ini. Dalam konteks pembelajaran sekarang, maka bekali siswa dengan keterampilan Abad 21 seperti kemampuan bernalar kritis, kreatif dan kemampuan literasi numerasi serta penggunaan teknologi. Disisi lain, Budi pekerti juga harus menjadi bagian tak terpisahkan dari pendidikan dan pengajaran yang dilakukan oleh  guru. Guru harus senantiasa memberikan teladan yang baik bagi siswa-siswanya dalam mengembangkan budi pekerti melalui kegiatan-kegiatan pembiasaan di sekolah untuk menanamkan nilai-nilai budi pekerti/akhlak mulia. Hal terpenting yang harus dilakukan guru adalah menghormati dan memperlakukan anak dengan sebaik-baiknya sesuai kodratnya, melayani dengan setulus hati, memberikan teladan (ing ngarso sung tulodho), membangun semangat (ing madyo mangun karso) dan memberikan dorongan (tut wuri handayani) bagi tumbuh kembang peserta didik.
Saat ini, pendidikan Indonesia melalui penerapan kurikulum Merdeka telah mengutamakan kualitas pendidikan dengan memerdekakan peserta didik, dimana guru telah menerapkan pembelajaran berdiferensiasi dengan metode TaRL (Teaching at The Right Level) sesuai dengan karakteristik, kemampuan, bakat dan minat peserta didik dan  CRT (Culturally Responsive Teaching).  Selain itu, pengembangan ketrampilan juga diutamakan melalui kegiatan P5 (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila) yang memiliki beberapa tema meliputi gaya hidup berkelanjutan, bhineka tunggal ika, kearifan lokal, bangunlah jiwa dan raganya, kewirausahaan, suara demokrasi serta berekayasa dan berteknologi untuk membangun NKRI. Pelaksanaan P5 juga bertujuan untuk mengembangkan karakteristik peserta didik sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila. Penerapan kuriulum Merdeka telah sesuai dengan UU Sisdiknas dan hasil pemikiran Ki Hajar Dewantara yaitu pendidikan yang berpihak dan memerdekakan peserta didik sehingga menciptakan pembelajaran yang bermakna, berbudaya dan menyenangkan.
Dari berbagai paparan di atas saya merefleksikan diri bahwa sebelum mempelajari pemikiran-pemikiran Ki Hajar Dewantara, saya percaya bahwa dengan tindakan-tindakan tegas dan menghukum siswa bisa merubah perilakunya. Tapi perubahan yang terjadi cuma didasari oleh rasa takut dan bersifat sementara, bukan atas kesadaran pribadinya. Saya belum sepenuhnya menyadari akan keberadaan kodrat alam sang anak, sehingga sering marah-marah ketika ada anak yang lamban dalam satu pelajaran. Belum banyak memberikan model-model pembelajaran yang menyenangkan bagi anak. Setelah mempelajari pemikiran-pemikiran Ki Hajar Dewantara, pemikiran yang berubah dari saya adalah bahwa saya harus memberikan tuntunan kepada anak didik dengan lebih sabar dan ikhlas, karena mereka masing-masing unik dan berbeda. Tidak perlu memberikan hukuman yang sifatnya tidak mendidik, memberikan teladan agar mereka bisa melihat dan menirunya. Memberikan pembelajaran yang menyenangkan bagi mereka dengan mencoba berbagai macam model pembelajaran. Yang segera bisa saya terapkan dari pemikiran-pemikiran Ki Hajar Dewantara adalah tidak memberikan hukuman-hukuman kepada siswa, lebih sabar dalam membimbing, mengenali lebih dalam karakter dan latar belakang siswa (keluarga/lingkungan) dengan menjalin komunikasi dengan orang tuanya, hal ini bisa dilakukan dengan kunjungan rumah atau home visit. Memberikan pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa melalui pemilihan media pembelajaran yang bervariasi baik berupa gambar, video maupun audio, atau pembelajaran yang berbasis permainan (game based learning).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H