Mohon tunggu...
Engelbertus Kastiarto
Engelbertus Kastiarto Mohon Tunggu... -

Urip iku urup

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Soekarno Berpikir, Maka Pancasila itu Ada

31 Mei 2017   15:23 Diperbarui: 31 Mei 2017   15:27 846
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Pancasila itu jiwa dan raga kita. Ada di aliran darah dan detak jantung kita, perekat keutuhan bangsa dan negara. Saya Jokowi, Saya Indonesia, Saya Pancasila," demikian pernyataan Jokowi, seperti dikutip Kompas.com dari @jokowi, Selasa (30/5/2017). Kalau kamu?

Mantab, Pak!

Tanggal 1 Juni, sudah disepakati bersama sebagai hari (lahir) Pancasila. Suatu ideologi, dasar negara, dan identitas nasional kita yang sudah menjadi  harga mati sejak disahkan dan ditetapkan dalam sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945.  Hal itu sudah menjadi keniscayaan sejarah, berdasarkan data dan fakta, dan  bila  ada pihak yang berusaha mengedepankan fakta lain diluar tanggal-tanggal tersebut, maka hampir dapat dipastikan bahwa pihak-pihak itu memiliki agenda tersendiri guna memuluskan kepentingannya sendiri yang bersifat sektarian.

Tulisan berikut akan memaparkan apa yang penulis ketahui tentang gerak pemikiran Soekarno sebagai tokoh pemilik asli gagasan tentang Pancasila, sekedar sebagai pengingat bahwa falsafah negara tersebut sangatlah tepat menjadi landasan hidup kita bersama dan oleh karenanya harus diperjuangkan eksistensinya di Indonesia, tanpa henti. Sampai kapan? Sampai akhir zaman!

Tanggal 28 Mei 1945, BPUPKI bersidang dan mencuatlah satu pertanyaan mendasar dari Ketuanya, Dr. Radjiman Wedyodiningrat, pada saat Indonesia merdeka nanti, apa  yang sebaiknya menjadi dasar negara. Tiga  tokoh mengajukan usul, yaitu  Prof.Dr. Supomo, Mr. Muhammad Yamin dan Ki Bagus Hadikusumo. Mereka mengajukan usulan dasar negara menurut versinya masing-masing.  Namun, di tanggal 1 Juni, Soekarno muncul dengan usulannya yang segera disambut kekaguman sebagian besar peserta rapat. Lima dasar usulan Soekarno diberi nama oleh beliau  dengan nama Pancasila.

Soekarno sendiri, meskipun sejak muda mengagumi Trilogi “Islamisme-Nasionalisme-Marxisme”, beliau lebih dikenal sebagai seorang Nasionalis yang telah jauh-jauh hari sebelum Indonesia merdeka telah memikirkan apa dasar Negara yang tepat bagi bangsa dan Negara ini. Umum diketahui bahwa, Soekarno menggagas Pancasila selama masa pengasingannya di Ende (1934-1938), namun sesungguhnya sebagian dari gagasannya tersebut telah dia tulis tahun 1933 di Pengalengan, Bandung dalam sebuah risalahnya yang berjudul “Mentjapai Indonesia Merdeka” (sumber:Dibawah Bendera Revolusi). Antara lain dia menyatakan dalam tulisan tersebut, bahwa demokrasi yang akan diterapkan di “seberang djembatan-emas” itu adalah  demokrasi sejati yang tidak lain adalah pemerintahan rakyat dalam suatu negara Indonesia. Negara yang akan dibentuk itu  sejatinya adalah negara rakyat dengan segala urusan politik-ekonomi adalah oleh rakyat, dengan rakyat dan bagi rakyat. Sistem politik-ekonomi republik yang dicita-citakan itu harus tunduk pada kuasa rakyat dan  menggambarkan persatuan rakyat. Semuanya itu dilandasi  semangat  gotong royong dan berprinsip sama rasa sama rata

Pada sidang BPUPKI itu,  Soekarno antara lain mengupas  arti dasar  negara. Dalam kesempatan tersebut, Soekarno  menyampaikan bahwa kata dasar negara memilki padanannya dalam bahasa Belanda yaitu Philosophische Grondslag atau Weltanschauung dalam bahasa Jerman .  Arti keduanya menyerupai satu sama lain, yaitu berturut-turut  berarti norma dasar yang filsafati dan pandangan dasar tentang dunia.

Lebih lanjut, Soekarno menasehatkan seluruh peserta sidang agar mengedepankan persatuan:

"Saudara-saudara sekalian, kita telah bersidang tiga hari lamanya, banyak pikiran telah dikeluarkan, tetapi alangkah benarnya perkataan Dr. Soekiman dan perkataan Ki Bagoes Hadikoesoemo, bahwa kita harus mencari persetujuan paham. Kita bersama-sama mencari persatuan Philosophische  Grondslag,mencari satu Weltanschauung, yang kita semuanya setuju. Saya katakan lagi setuju! Yang saudara Yamin setujui, yang Ki Bagoes setujui yang Ki Hadjar setujui, yang saudara Sanoesi setujui, yang saudara Abikoesno setujui, yang saudara Liem Koen Hian setujui, pendeknya kita semua mencari satu modus. Tuan Yamin, ini bukan  kompromis,  tetapi kita bersama-sama mencari satu hal yang kita bersama-sama setujui. Apakah itu? Pertama-tama, saudara-saudara, saya bertanya,”Apakah kita hendak mendirikan Indonesia merdeka untuk sesuatu orang, untuk sesuatu golongan saja, untuk memberikan kekuasaan kepada satu golongan yang kaya, untuk memberi kekuasaan pada satu golongan bangsawan? Apakah maksud kita begitu? Sudah tentu tidak! Baik saudara-saudara yang bernama kaum bangsawan yang ada disini, maupun saudara-saudara yang dinamakan kaum Islam, semuanya telah mufakat, bukan negara yang demikian itulah kita punya tujuan. Kita hendak mendirikan suatu negara, `semua buat semua`. Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan, baik golongan yang kaya, tetapi `semua buat semua`”

Dasar filosofis itu harus menjadi dasar bagi persatuan bangsa dan bagi Soekarno, agar bangsa Indonesia ini bisa menjadi satu bangsa yang berdaulat penuh, menjadi anggota dunia yang merdeka maka hanya ada dua kata: perjuangkan Pancasila!

Setelah resmi ditetapkan sebagai dasar Negara satu hari setelah proklamasi, pemikiran Soekarno tentang Pancasila tidak berhenti. Pancasila, dari tahun ketahun sesudah proklamasi, tidaklah lepas sama sekali dari pemikiran Soekarno. Terbukti ketika Soekarno mengembangkan gagasan tentang  Pancasila dalam sebuah pidatonya di tahun 1957. Pidato yang diucapkan di hadapan  massa rakyat Surakarta tersebut antara lain mengungkapkan isi pikiran Soekarno tentang Pancasila. Bagi beliau, Pancasila bukanlah agama, melainkan suatu, ”… kepercayaan rakyat Indonesia di dalam perjuangan dan usaha bersama sebagai bangsa”. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun