Di tengah lemahnya efek jera hukuman korupsi di Indonesia, sebuah metode hukuman kuno dari Dinasti Qing di China bernama Cangue menawarkan perspektif baru yang layak dipertimbangkan.Â
Cangue, atau dalam bahasa Mandarin disebut 'ji', adalah bentuk hukuman publik dimana pelaku kejahatan harus mengenakan papan kayu berat berbentuk persegi di leher mereka.Â
Dengan beban mencapai 20 kilogram, Cangue bukan sekadar alat penyiksaan fisik, melainkan sebuah instrumen yang memaksa pelaku menghadapi aib dan rasa malu di hadapan masyarakat yang telah dirugikan oleh perbuatannya.
Bayangkan seorang mantan pejabat tinggi yang terbukti mengkorupsi dana bantuan sosial harus berdiri di tengah pasar tradisional, mengenakan Cangue dengan tulisan jelas tentang kejahatannya.Â
Para pedagang dan pembeli yang seharusnya menerima bantuan bisa melihat langsung sosok yang telah mencuri hak mereka. A
tau seorang koruptor proyek infrastruktur yang dipaksa berdiri di jembatan yang ambruk akibat pengurangan kualitas bahan bangunan demi menggelembungkan kantongnya sendiri.Â
Rasa malu dan penderitaan fisik yang dialami akan jauh melampaui "kenyamanan" sel tahanan yang seringkali masih bisa dinegosiasikan.
Penerapan Cangue memiliki dimensi pembalasan yang seimbang dengan kejahatan korupsi.Â
Sebagaimana koruptor telah membuat masyarakat menderita secara kolektif, mereka pun harus menanggung penderitaan dan penghinaan secara publik.Â
Hukuman ini menciptakan spektakel yang membekas dalam ingatan kolektif masyarakat, menjadi peringatan nyata bahwa kejahatan korupsi akan mendapat balasan setimpal.Â