Mohon tunggu...
Eben Eser
Eben Eser Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

I feel the need, the need for speed

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Ulas Buku: Ayah

30 Januari 2025   11:35 Diperbarui: 30 Januari 2025   11:37 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover Buku Ayah oleh Andrea Hirata

"Orang tuamu mungkin tak pernah jadi pahlawan untuk dunia, tapi untukmu, mereka sudah menjalani perang setiap hari." -- Andrea Hirata, Ayah.

Din, bocah jenius dari Belitung, punya ambisi besar: kuliah ke luar negeri. Sayang, ayahnya seorang kuli tambang timah yang buta huruf menolak mentah-mentah mimpi itu. Bagi sang ayah, pendidikan tinggi hanya akan menjauhkan Din dari keluarga dan akar kehidupan mereka yang sederhana. 

Pertengkaran sengit, air mata, dan kata-kata pedas menjadi rutinitas. Din merasa ayahnya egois, sementara sang ayah diam-diam menyimpan ketakutan terbesar: kehilangan anak satu-satunya.  

Tapi di balik sikap keras ayahnya, ada rahasia yang tersimpan puluhan tahun. Rahasia yang baru terbuka ketika Din sudah dewasa, sukses, dan akhirnya mengerti bahwa cinta seorang ayah tak selalu terlihat dari apa yang diucapkan, tapi dari apa yang dikorbankan.  

Andrea Hirata menghadirkan cerita sederhana dengan kedalaman emosi yang luar biasa. Lewat dialog-dialog tajam seperti "Aku nggak mau kau jadi orang pintar yang kesepian. Di sini, kau tetap anakku," pembaca diajak merasakan getirnya konflik antara keinginan anak dan kekhawatiran orang tua. Setting Belitung yang digambarkan dengan detail---mulai dari debu tambang yang menempel di kulit sampai gemersik hujan di atap seng membuat kita serasa hidup di dalam cerita.  

Yang membuat buku ini istimewa adalah karakter ayah yang nggak sempurna. Dia bukan sosok ideal yang selalu bijak. Dia keras kepala, mudah marah, dan seringkali terlihat egois. Tapi justru ketidaksempurnaan inilah yang membuatnya manusiawi. Perlahan, kita diajak memahami bahwa di balik sikapnya yang kasar, ada luka masa lalu dan ketakutan yang tak bisa diungkapkan.  

Tak ketinggalan, Andrea menyelipkan plot twist di tengah cerita yang bakal bikin pembaca terpana. Tanpa spoiler, ada momen ketika Din menemukan surat-surat tua yang mengubah segalanya. Adegan ini seperti tamparan halus: "Oh, ternyata selama ini aku yang salah paham..."  

Sebagai anak yang pernah memberontak pada orang tua, kisah Din dan ayahnya seperti cermin yang menyadarkanku: kadang, kita terlalu sibuk menuntut orang tua mengerti mimpi kita, sampai lupa bertanya apa yang mereka takutkan. Kutipan yang paling menusuk: 

"Ayahmu mungkin tak bisa menjawab pertanyaanmu, tapi dia pasti menjawab semua doamu."

Buku ini juga mengingatkan bahwa di balik setiap larangan orang tua, seringkali ada sejarah panjang yang tak kita tahu. Mungkin ayah Din terlihat kolot, tapi siapa sangka, larangannya bersekolah justru berasal dari pengalaman pahitnya sebagai orang yang tak pernah merasakan bangku sekolah?  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun