"Pajak karbon adalah salah satu instrumen untuk memitigasi peningkatan emisi karbon atau CO2 di Indonesia karena disaat suatu negara mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi, disaat itu juga menghasilkan banyak CO2" Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Dalam ranah bisnis dan industri, aktivitas manusia dapat menciptakan dampak positif dan negatif yang diakui dalam ilmu ekonomi sebagai eksternalitas. Eksternalitas merujuk pada dampak tidak terkompensasi dari tindakan seseorang terhadap kesejahteraan masyarakat. Di antara berbagai dampak tersebut, terdapat eksternalitas negatif yang dapat menimbulkan kerusakan ekonomi dan sosial yang disebabkan oleh pelaku ekonomi, pihak ketiga perorangan, dan/atau badan hukum. Contoh nyata dari eksternalitas negatif adalah pencemaran udara di kota-kota besar yang dipicu oleh kegiatan industri seperti pada gambar di atas. Asap yang berasal dari cerobong pembuangan suatu pabrik dapat dianggap sebagai eksternalitas negatif yang tentunya menghasilkan kabut asap yang dihirup oleh masyarakat.
CO2 sebagai salah satu gas penyebab efek rumah kaca merupakan produk dari proses pembakaran bahan bakar yang pada gilirannya melepaskan gas-gaspolutan termasuk didalamnya CO2 itu sendiri. Pengurangan emisi CO2 menjadi suatu keharusan, akan tetapi perlu diakui bahwa upaya ini membawa dampak pada aktivitas ekonomi secara menyeluruh mengingat sebagian besar kegiatan perekonomian, yang mencakup produksi, distribusi, dan konsumsi masih terkait erat dengan pemanfataan bahan bakar fosil. Oleh karena itu, untuk menghadapi tantangan ini, diperlukan suatu kebijakan khusus yang dapat secara efektif mengendalikan jumlah emisi karbon yang menciptakan dampak pada lapisan ozon bumi.
Kebijakan yang muncul sebagai solusi yang paling tepat dalam mengurangi emisi CO2 adalah pemberian pajak karbon kepada pelaku usaha atau industri untuk membatasi aktivitas yang berpotensi menimbulkan emisi CO2. Sampai saat ini, pengenaan pajak karbon sebagai suatu strategi utama dalam menangani perubahan iklim di Indonesia sangat diyakini dapat diimplementasikan secara efisien. Tantangan mendesak yang timbul dari dampak perubahan iklim telah menjadi fokus global yang membutuhkan kolaborasi bersama dalam penanganannya. Pajak karbon sebagai hasil turunan dari konsep pigouvan tax yang diartikan sebagai pajak yang diterapkan pada aktivitas perekonomian yang menciptakan dampak eksternalitas negatif, muncul sebagai instrumen yang signifikan.
Dengan langkah ini, pemerintah Indonesia menunjukkan komitmennya untuk mengatasi dampak negatif dari aktivitas ekonomi terhadap lingkungan. Selain itu, pendekatan ini juga searah dengan upaya untuk mencapai komitmen internasional yang telah diambil oleh negara yang mengarah pada peran aktif Indonesia dalam upaya global untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Oleh karena itu, pengenalan dan implementasi pajak karbon dapat dipandang ssebagai langkah strategis yang tidak hanya mengontrol emisi, tetapi juga mendorong transisi ekonomi menuju pola konsumsi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Pengertian Pajak Karbon
Pajak karbon berasal dari konsep pigouvian tax dapat diartikan sebagai pajak atas aktivitas perekonomian yang menimbulkan eksternalitas negatif yang mernagkul peran penting sebagai suatu kebijakan yang bertujuan memaksa pihak yang mencemari lingkungan untuk menanggung biaya yang terkait dari dampak negatif dari perbuatan pencemaran udara akibat gas efek rumah kaca.
Secara konseptual, pigouvian tax mengemban fungsi sebagai instrumen regulasi yang berfokus pada pengaturan, pengelolaan, dan minimalisasi aktivitas yang mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan. Intinya kehadiran pigouvian tax ini berperan sebagai kendaraan kebijakan yang memaksa pelaku ekonomi untuk internalisasi biaya eksternal dari tindakan mereka yang mendorong mereka untuk mempertimbangkan konsekuensi menyeluruh dari perilaku mereka sebelum melakukan tindakan tertentu.
Dengan menerapkan kebijakan pajak terhadap karbon yang bersifat mengikat, pelaku ekonomi terdorong untuk mempertimbangkan dampak lingkungan dari kegiatan industri mereka dan memaksa mereka untuk berpikir secara kritis sebelum mengambil keputusan untuk bekerja di industri lagi. Oleh karena itu, kebijakan pigouvian tax dalam bentuk pajak karbon tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk menginternalisasi biaya eksternalitas negatif, akan tetapi juga menjadi sarana untuk mendorong penerapan praktik berkelanjutan, memberikan insentif bagi inovasi teknologi yang ramah lingkungan, dan mengatasi tantangan perubahan iklim serta mempromosikan keberlanjutan ekologis.
Tujuan Pajak Karbon