Selama menjabat Presiden RI selama dua priode ini, SBY memiliki banyak pengalaman dengan partai-partai dan para politisi di sekelilingnya. Baik sebagai teman, maupun sebagai lawan.
Selama berduet dengan Jusuf Kalla, SBY merasa sedikit tertekan dan tidak bebas. Karenanya beliau memilih calon non partai untuk menjadi pasangannya di priode berikutnya. Sebuah langkah yang penuh perhitungan. Dan beliaupun menjadi Presiden Sepenuhnya di periodenya yang kedua. Namun demikian SBY masih merasa diganggu oleh " kawan-kawan " koalisinya.
Sebagai Presiden yang dipilih langsung oleh rakyat, SBY sadar kekuasaan penuh ada di tangannya dalam menentukan siapa yang dia mau jadi pembantunya di Kabinet. Tapi koalisi partai yang dibangunnya yang merasa "berjasa" dan yang mengancam dengan kekuatan kursinya di Senayan membuat SBY kembali sibuk mengurusi gangguan-gangguan temannya sendiri.
Tidak jarang kemudian SBY harus tampil di media hanya untuk "meluruskan" sesuatu yang menyangkut isu2 disekelilingnya. Dan ARB dengan medianya dianggap berperan dalam "serangan udara" bertubi-tubi yang menerpa Demokrat dan keluarga SBY.
Tampilnya Prabowo dalam iklan-iklan Gerindra di televisi Nasional dianggap juga mengganggu dan menyalahkan manajemen ekonomi yang dilakukan pemerintah, dalam hal ini SBY bisa saja merasa dituduh diperalat asing dsb.
Kalau soal kenakalan PKS di koalisi, mungkin SBY sudah merasa sedikit puas dengan terjeratnya LHI dalam kasus sapi dan terpuruknya PKS menjadi partai menengah bawah di pemilu 2014 ini. Tapi kalau PKS ada di sebuah gerbong, belum tentu SBY akan setuju Demokrat ada di sana. Ini bisa menjadi dilema bagi Prabowo.
Tapi bukankah Prabowo menggandeng PAN dan memberi tempat cawapres buat Hatta ?
Justru ini terbaca jelas oleh SBY. Hatta dipasangankan bukan untuk menarik pemilih dari PAN atau Muhammadiah, tapi untuk menarik dukungan Cikeas. Tanpa koneksi ke Cikeas, Hatta Rajasa mungkin tidak akan pernah dilirik Prabowo.
Tapi SBY tidak mudah dijebak dan dirayu dengan memasang anggota keluarganya di sebuah posisi. Beliau adalah negarawan yang sudah membuktikan tidak melindungi orang-orangnya yang salah.
Anas tetap dilibas walau itu mungkin mengecewakan Ibas.
Pramono Edhie Wibowo tida pernah diistimewakan, termasuk di konvensi