Kapolres Tanah Karo AKBP Marcelino Sampouw, SH, SIK, MT menjumpai langsung warga Gereja yang mangadakan aksi damai di depan Mapolres Karo.
Tanggal 14 Mei 2013 lalu, warga Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) masing-masing dari perwakilan 6 Klasis GBKP yang ada di Tanah Karo mengadakan aksi damai menuntut pemberantasan "penyakit masyarakat" seperti judi (leng,dadu,togel,dll), narkoba, kafe-kafe dadakan( dalam hal ini warung remang-remang), oukup (melayani kusuk plus-plus) dan prostitusi terselubung lainnya.
Kegiatan ini dikoordinir oleh Moderamen GBKP. Ketua Moderamen GBKP Pdt. M.P. Barus M.Th memberangkatkan rombongan dengan doa. Aksi pembacaan orasi dan pernyataan diadakan di depan kantor DPRD Karo, Mapolres Karo, Kantor Kejaksaan Tinggi Kaban Jahe, Kantor Pengadilan Tinggi Kab.Karo, dan Kantor Bupati Kab. Karo.
Aksi ini sangat baik, untuk mengingatkan para pemimpin di Tanah Karo bahwa masyarakat resah dengan semakin maraknya penyakit masyarakat diatas. Tapi disamping itu seharusnya warga gereja-gereja di Tanah Karo (Bukan hanya GBKP) melakukan aksi nyata. Sebuah gerakan pembenahan langsung bisa diterapkan bersama-sama dan sesuai dengan anjuran Firman.
Selain memang perlu untuk saling mengingatkan, Masing-masing harus membenahi kedalam.
Dalam sambutannya, Kapolres Karo yang menerima massa aksi damai dengan akrab, mengatakan bahwa Polres Karo tetap komit dalam penegakan hukum. Bahkan juga sedang berbenah kedalam dengan membersihkan dirinya sendiri.
“Sudah ada 2 oknum Polres Karo diproses secara hukum terkait narkoba. Ada lagi 2 oknum Polres Karo masih dalam tahap persidangan terkait judi. Kami tetap profesional apabila ada oknum polisi yang terlibat segala bentuk penyakit masyarakat,” ungkapnya.
Uniknya, beliau menantang warga jemaat yang berdemo untuk jujur dengan pertanyaan : “Para jemaat GKBP ini, apakah ada diantara anda yang di sini yang masih bermain judi atau ke tempat warung poco? Jangan membohongi di depan Yesus Kristus,” ucap Kapolres di hadapan jemaat GBKP. SEBUAH PERTANYAAN YANG MENUSUK BALIK.
Kecenderungan kita adalah hanya menuntut keluar dan lupa untuk melihat kedalam. Kita umat beragama sering kali hanya menyalahkan pemerintah, aparat negara, dan lupa bahwa kita sebagai warga yang mengaku beragama dan khususnya para pemimpin umat atau ulama-ulama adalah orang yang paling bertanggung jawab atas kemerosotan moral di sekeliling kita.
Kecuali kalau para pemimpin di masing- masing instansi tersebut adalah Ateis dari mulanya, dan masih tetap demikian, baru para Pemimpin Agama bisa saja lepas tanggung jawab dan berhak menuntut.